Oleh Ali Wafa Abu Sulthon
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Paha termasuk bagian dari aurat.” (HR. Bukhari)
Dari Muhammad bin Abdullah bin Jahsy radhiyallahu ‘anhu bahwasanya di halaman masjid, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lewat di depan Ma’mar dan terbukalah ujung paha Ma’mar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Tutuplah pahamu wahai Ma’mar, karena sesungguhnya paha itu adalah termasuk aurat.” (HR. Ahmad)
Bahkan didapati pula larangan melihat aurat orang yang sudah mati. Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah kau buka pahamu, dan janganlah kau melihatnya baik orang yang sudah mati ataupun yang masih hidup.” (HR. Abu Daud)
Imam Nawawi rahimahullah di dalam penjelasan Shahih Muslim sebagai berikut: “Sesungguhnya paha termasuk bagian dari aurat. Banyak hadits masyhur yang menjelaskan bahwa paha adalah termasuk aurat. Hal itu seperti hadits Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa jika terbukanya paha tanpa unsur kesengajaan serta dalam kondisi darurat masih dapat dimaafkan. Tetapi bila masih ada sarana yang memungkinkan untuk menutupnya, maka hukumnya wajib untuk menutupnya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat laki-laki yang lain dan seorang wanita tidak boleh melihat aurat wanita lain.” (HR. Muslim no. 338)
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : ” Janganlah seorang laki-laki memandang kepada aurat laki-laki, dan jangan pula wanita memandang kepada aurat wanita, dan janganlah seorang laki-laki berselimut dengan laki-laki lain dalam satu kain, dan janganlah seorang wanita berselimut dengan wanita lainnya di dalam satu kain
Al-Albani menshahihkan riwayat Abu Daud dengan no. (3389).
Al-Lajnah Ad-Daa`imah menyatakan : “ Jumhur Fuqaha’ berpendapat bahwa paha laki-laki adalah aurat, mereka berdalil dengan hadits-hadits yang sanad hadits-hadits tersebut tiada yang luput dari kritikan ulama, apakah sanadnya bersambung atau tidak, atau tentang kedhaifan pada sebagian perawinya, akan tetapi sebagian hadits-hadits tersebut saling menguatkan satu sama lainnya sehingga menjadikan derajatnya naik dengan menggabungkan seluruh riwayat yang ada untuk dijadikan hujjah atas masalah yang dibahas. Diantara hadits-hadits tersebut hadits yang diriwayatkan oleh Malik di dalam Al-Muwathta’, Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi dari hadits Jarhad Al-Aslami radhiallahu ‘anhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah lewat dan ketika itu saya memakai burdah dan paha saya tersingkap, maka beliau berkata : ” Tutuplah pahamu karena sesungguhnya paha itu aurat” At-Tirmidzi menghasankan hadits ini
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nuur: 30)
Demikian pula Allah Azza wa Jalla memerintahkan hamba-hamba-Nya yang wanita:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.” (An-Nuur: 31)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya menjelaskan tentang ayat ini: “Ini adalah hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya orang-orang mukmin untuk menundukkan pandangan mereka terhadap apa-apa yang dilarang memandangnya. Kecuali memandang apa yang diperbolehkan memandangnya, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka terhadap apa yang diharamkan. Tetapi bila tidak sengaja memandang, hendaklah segera memalingkan pandangan darinya. Allah juga menyuruh untuk menjaga kemaluan sebagaimana Dia menyuruh menjaga pandangan yang membangkitkan nafsu syahwat, karena keduanya akan mengarah kepada kerusakan hati dan akhlak. Menjaga pandangan mata dan kemaluan akan mencegah dan menjauhkan orang mukmin dari zina yang keji.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Namun diperbolehkan bagi laki-laki memperlihatkan auratnya kepada isteri dan budak perempuan yang dimilikinya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.” (Al-Mu’minun: 5-6)
Demikianlah, sehingga tak pantas bagi seorang mukmin yang telah mengetahui agamanya ia melalaikan perkara ini. Selayaknya ia menutup pahanya karena ini adalah perintah agama.
Wallahu a’lam bish-shawab
PAHA JUGA TERMASUK AURAT LAKI-LAKI
Kehidupan Dunia bagaikan Penjara
oleh Anang Al Atsary pada 22 Februari 2011 jam 17:45
Bismillahirrohmanirrohim
Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam berkata :
الدنيى سجن المؤمن وجنة الكافر
"Kehidupan dunia adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi seorang kafir" (diriwayatkan oleh Muslim didalam Kitab Az Zuhud)
Seseorang yang menginginkan Alloh Subhanahu wa Ta'ala dan hari akhir tidak akan mulus perjalanannya, kecuali dengan beberapa penjara ;
pertama, memenjarakan hati hanya untuk menginginkanNya,
kedua, memenjarakan hati untuk tidak berpaling kepada selainNya,
ketiga, memenjarakan lidah untuk tidak berbicara dengan sesuatu yang yang tidak bermanfaat,
keempat, memenjarakan diri untuk senantiasa berdzikir kepada Alloh Ta'ala agar keimanan dan ma'rifah semakin bertambah,
kelima, memenjarakan anggota badan agar tidak melakukakan maksiat dan mengumbar hawa nafsu dan untuk menjalankan kewajiban dan hal-hal yang disunahkan.
Karena itulah seorang hamba tidak akan terlepas dari penjara tersebut sampai ia berjumpa dengan Alloh Subhanahu wa Ta'ala, lantas ia menuju halaman yang luas lagi indah.
Bila hamba tidak sabar menghadapi penjara itu, lalu ia melarikan diri untuk mengikuti rayuan hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, maka akan menyebabkan ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara yang lebih mengerikan ketika ia meninggalkan dunia.
Setiap orang yang keluar dari dunia ada kalanya melepaskan diri dari penjara dan ada kalanya masuk dalam penjara.
ketahuilah...
"tidaklah Rosululloh Shollallohu alaihi wa Sallam disaat beliau wafat meninggalkan satu dirhampun juga dan tidak pula satu dinar, tidak seorang hamba sahaya laki-laki atau wanita, dan tidak kecuali "Al Baidho'" ( keledai putih tunggangan beliau) dan senjata beliau, dan sebidang tanah yang beliau sedekahkan " (diriwayatkan oleh Al Bukhori didalam Kitab Al Washoya, bab. Al Washoya).
wallohu a'lam bish showab
Selengkapnya...
Akankah kita akan Terus Lalai ?
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam, sholawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi termulia, pemuka para Rosul dan penutup para Nabi, tidak ada Nabi setelah beliau, aku bersaksi bahwasanya tiada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Alloh dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya.
Mencitai dan Mengikuti Ulama Jalan Menuju Kebenaran
Oleh Ali Wafa Abu Sulthon
Sebelum mencintai dan mengikuti Ulama yang perlu kita ketahui yaitu mengenal mereka { para ulama }siapa ulama itu dan cirinya bagaimana ? itu yang perlu kita bahas , secara definisi ulama adalah menurut ibnu Juraij rahimahullah menukilkan dari ‘Atha beliau berkata: “Barangsiapa yg mengenal Allah mk dia adl orang alim.”
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dlm kitab beliau Kitabul ‘Ilmi mengatakan: “Ulama adalah orang yg ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah.”
Badruddin Al-Kinani rahimahullah mengatakan: “Mereka adl orang2 yg menjelaskan segala apa yg dihalalkan dan diharamkan dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemudharatan.”
Abdus Salam bin Barjas rahimahullah mengatakan: “Orang yg pantas utk disebut sebagai orang alim jumlah sangat sedikit sekali dan tdk berlebihan kalau kita mengatakan jarang. Yang demikian itu krn sifat-sifat orang alim mayoritas tdk akan terwujud pada diri orang2 yg menisbahkan diri kepada ilmu pada masa ini. Bukan dinamakan alim bila sekedar fasih dlm berbicara atau pandai menulis orang yg menyebarluaskan karya-karya atau orang yg men-tahqiq kitab-kitab yg masih dlm tulisan tangan. Kalau orang alim ditimbang dgn ini mk cukup . Akan tetapi penggambaran seperti inilah yg banyak menancap di benak orang2 yg tdk berilmu. Oleh krn itu banyak orang tertipu dgn kefasihan seseorang dan tertipu dgn kepandaian berkarya tulis padahal ia bukan ulama. Ini semua menjadikan orang2 takjub. Orang alim hakiki adl yg mendalami ilmu agama mengetahui hukum-hukum Al Quran dan As Sunnah. Mengetahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan mansukh mutlak muqayyad mujmal mufassar dan juga orang2 yg menggali ucapan-ucapan salaf terhadap apa yg mereka perselisihkan.” dimana mereka juga para ulama itu adalah hamba – hamba Allah Azza wa Jalla yang mempunyai rasa takut yang tinggi kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala dimana Allah berfirman dalam Al Qur’an :
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama." (Fathir: 28)
Tafsir ayat in diterangkan oleh Syeikh AbdulAziz bin Baz Rahimahullah bahwa Ayat ini adalah ayat yang sangat mulia, yang menjelaskan bahwa ulama itu adalah manusia yang sangat takut/patuh kepada Alloh, Agama-Nya, Kitab-Nya yang agung, dan Sunnah Rasul-Nya yang mulia. Dan kepatuhan mereka (ulama) itu sangat sempurna kepada Alloh subhanahu wata’ala. Adapun makna;
إنما يخشى الله adalah kepatuhan mereka yang sangat tinggi kepada Alloh, mereka yang mengenal Alloh dengan nama-namaNya, sifat-sifatNya dan mengagungkan hak-hakNya. Dan mereka (para ulama) adalah orang-orang yang memberikan perhatian kepada Syariat-syariat Alloh, mengetahui ganjaran di sisi-Nya berupa kenikmatan bagi orang-orang yang bertaqwa dan balasan adzab bagi orang-orang yang menentangNya dan bermaksiat kepada-Nya.
Dan mereka (ulama), karena keluasan ilmu mereka tentang Alloh, mereka menjadi orang yang paling takut/patuh kepada Alloh. Dan mereka adalah orang yang sangat takut kepada Alloh.
Dan diatas kepala mereka ada para Rosul dan Nabi-nabi alaihimussalam (mengemban amanat para rosul). Merekalah orang-orang yang paling bagus kepatuhannya kepada Alloh serta pengagungan kepadaNya. Kemudian mereka menjadi khalifah-khalifah (yang mengajak/memimpin manusia kepada) Alloh dan AgamaNya.
Dan makna ayat tersebut bukan berarti bahwa selain mereka (para ulama) tidak memiliki rasa takut/patuh kepada Alloh. Setiap muslim dan muslimah, mukmin dan mukminah juga memiliki rasa takut/patuh kepada Alloh Azza wa jalla. Namun, kepatuhan mereka kepada Alloh berbeda. Maka bagi orang-orang yang lebih mengenal dan mengetahui tentang Alloh dan Agama-Nya, mereka lebih takut/patuh kepada Alloh. Dan bagi orang-orang yang sedikit ilmu dan sedikit pengetahuan maka sedikitlah rasa takut mereka terhadap Alloh dan seikit pula kepatuhan mereka kepadaNya.
Dan manusia sangat berbeda-beda dalam masalah ini, sehingga (dapat dibedakan bahwa) ulama berbeda dengan manusia lainnya dalam hal kepatuhan/ketakutannya kepada Alloh sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Disamping pula ulama adalah pewaris para nabi yang memberikan nasehat kepada ummat ini sebagaimana sabda Rasulullah Shollahu alaihi wa sallam bersabda :
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ
يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ
فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Hadits ini diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), Ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimahnya dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan: “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 3096, Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih At-Targhib, 1/33/68)
Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhali mengatakan: “Kebijaksanaan Allah atas makhluk-Nya dan kekuasaan-Nya yang mutlak atas mereka. Maka barang siapa yang mendapat hidayah maka itu wujud fadhilah (keutamaan) dari Allah dan bentuk rahmat-Nya. Barangsiapa yang menjadi tersesat, maka itu dengan keadilan Allah dan hikmah-Nya atas orang tersebut. Sungguh para pengikut nabi dan rasul menyeru pula sebagaimana seruan mereka. Mereka itulah para ulama dan orang-orang yang beramal shalih pada setiap zaman dan tempat, sebab mereka adalah pewaris ilmu para nabi dan orang-orang yang berpegang dengan sunnah-sunnah mereka. Sungguh Allah telah menegakkan hujjah melalui mereka atas setiap umat dan suatu kaum dan Allah merahmati dengan mereka suatu kaum dan umat. Mereka pantas mendapatkan pujian yang baik dari generasi yang datang sesudah mereka dan ucapan-ucapan yang penuh dengan kejujuran dan doa-doa yang barakah atas perjuangan dan pengorbanan mereka. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya atas mereka dan semoga mereka mendapatkan balasan yang lebih dan derajat yang tinggi.” (Al-Manhaj Al-Qawim fi At-Taassi bi Ar-Rasul Al-Karim hal. 15)
Dan juga ulama adalah kunci – kunci Ilmu { Ad- Dien} bahwa ilmu akan diangkat oleh Allah Tabaroka wa Ta’ala dengan mewafatkan ulama sebagaimana Rasulullah Shollallahu alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ
الْعِباَدِ،
وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ
عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا
بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: Asy-Sya’bi berkata: “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.”
Di dalam Shahih Al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr secara marfu’ (riwayatnya sampai kepada Rasulullah): “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para ulama dan diangkatnya orang jahat.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 60)
Meninggalnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini menunjukkan keberadaan ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan rahmat dan barakah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terlebih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengistilahkan mereka dalam sebuah sabdanya:
مَفاَتِيْحُ لِلِخَيْرِ وَمَغاَلِيْقُ لِلشَّرِّ
“Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan.”
Kita telah mengetahui bagaimana kedudukan mereka dalam kehidupan kaum muslimin dan dalam perjalanan kaum muslimin menuju Rabb mereka. Semua ini disebabkan mereka sebagai satu-satunya pewaris para nabi sedangkan para nabi tidak mewariskan sesuatu melainkan ilmu.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan: “Ilmu merupakan warisan para nabi dan para nabi tidak mewariskan dirham dan tidak pula dinar, akan tetapi yang mereka wariskan adalah ilmu. Barangsiapa yang mengambil warisan ilmu tersebut, sungguh dia telah mengambil bagian yang banyak dari warisan para nabi tersebut. Dan engkau sekarang berada pada kurun (abad, red) ke-15, jika engkau termasuk dari ahli ilmu engkau telah mewarisi dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ini termasuk dari keutamaan-keutamaan yang paling besar.” (Kitabul ‘Ilmi, hal. 16) dan dalam pada ini kita haru mengetahui mereka karena para ulama itu mengorbankan hidup mereka kepada Allah tabaroka wa Ta’ala yang mereka disebut ulama Rabbani dan beberapa Contoh-contoh Ulama Rabbani ini bukan untuk membatasi mereka akan tetapi sebagai permisalan hidup ulama walau mereka telah menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka hidup dgn jasa-jasa mereka terhadap Islam dan muslimin dan mereka hidup dgn karya-karya peninggalan mereka.
1. Generasi shahabat yg langsung dipimpin oleh empat khalifah Ar-Rasyidin: Abu Bakar ‘Umar ‘Utsman dan ‘Ali.
2. Generasi tabiin dan di antara tokoh mereka adl Sa’id bin Al-Musayyib ‘Urwah bin Az-Zubair ‘Ali bin Husain Zainal Abidin Muhammad bin Al-Hanafiyyah ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud Salim bin Abdullah bin ‘Umar Al-Hasan Al-Basri Muhammad bin Sirin ‘Umar bin Abdul ‘Aziz dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri .
3. Generasi atba’ at-tabi’in dan di antara tokoh-tokoh adl Al-Imam Malik Al-Auza’i Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri Sufyan bin ‘Uyainah Ismail bin ‘Ulayyah Al-Laits bin Sa’d dan Abu Hanifah An-Nu’man .
4. Generasi setelah mereka di antara tokoh adl Abdullah bin Al-Mubarak Waki’ bin Jarrah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i Abdurrahman bin Mahdi Yahya bin Sa’id Al-Qaththan ‘Affan bin Muslim .
5. Murid-murid mereka di antara tokoh adl Al-Imam Ahmad bin Hanbal Yahya bin Ma’in ‘Ali bin Al-Madini .
6. Murid-murid mereka seperti Al-Imam Bukhari Al-Imam Muslim Abu Hatim Abu Zur’ah Abu Dawud At-Tirmidzi dan An-Nasai .
7. Generasi setelah mereka di antara Ibnu Jarir Ibnu Khuzaimah Ad-Daruquthni Al-Khathib Al-Baghdadi Ibnu Abdil Bar An-Numairi .
8. Generasi setelah mereka di antara adl Abdul Ghani Al-Maqdisi Ibnu Qudamah Ibnu Shalah Ibnu Taimiyah Al-Mizzi Adz-Dzahabi Ibnu Katsir berikut para ulama yg semasa mereka atau murid-murid mereka yg mengikuti manhaj mereka dlm berpegang dgn Al-Qur’an dan As-Sunnah sampai pada hari ini.
9. Contoh ulama di masa ini adl Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin BazAsy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin Asy-Syaikh Muhammad Aman Al-Jami Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i dan selain mereka dari ulama yg telah meninggal di masa kita. Berikut Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad Asy-Syaikh Al-Ghudayyan Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri dan Syaikh Yahya Al Hajury hafidhahullah dan selain mereka yg mengikuti langkah-langkah mereka di atas manhaj Salaf.
Dalam hal mencintai mereka dan mengikutinya didasari kepada Al-Qur’an dan As- Sunnah yang dipahami kepada pemahaman Salafusholeh yang berjalan pada jalan yang lurus dan para ulama itu tiada yang terjaga dan terbebas dari kesalahan dan dosa besar (ma’shum) selain para Nabi ‘alaihim sholatu wa salam. Setiap ulama -–termasuk para ulama sahabat radiyallahu ‘anhum— seberapapun tinggi kapasitas keilmuannya, bisa salah dan bisa benar. Pendapat, fatwa dan tindakan mereka bisa benar dan salah. Oleh karenanya, harus dikaji dan ditimbang berdasar Al-Qur’an, Al-Sunah dan ijma’. Apabila sesuai dengan ketiganya, berarti pendapatnya benar dan harus diterima, siapapun ulama Islam tersebut. Apabila menyelisihi ketiganya, berarti pendapatnya salah dan harus ditolak, siapapun ulama tersebut.
Sebagai konskuensinya, seorang muslim tidak boleh taklid buta kepada seorang ulama dengan menerima semua pendapat, fatwa dan tindakannya tanpa menghiraukan kebenaran dan kesalahannya, kesesuaian dan penyelisihannya terhadap Al-Qur’an, Al-Sunnah dan ijma’ ulama. Para ulama sejak generasi sahabat, tabi’in, tabi’u tabi’in sampai para ulama madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad, Al-Auza’i, Laits bin Sa’ad, Thabari, Daud Al-Dzahiri dan lain-lain) telah melarang umat Islam untuk taklid buta. Mereka memerintahkan umat Islam untuk menimbang pendapat mereka dengan Al-Qur’an, Al-Sunah dan ijma’. Bila bertentangan dengan ketiga dasar tersebut, pendapat mereka harus ditinggalkan.
Selengkapnya...
MATI MENDADAK SALAH SATU TANDA HARI KIAMAT
Namun masyarakat modern menyikapi hal tersebut suatu yang biasa bahwa itu serangan jantung, gegar otak, gagal ginjal dan beberapa penyakit yang fatal yang mengakibatkab kematian mendadak ( Sudden Death )
Allah Azza Wa jallah berfirman tentang kematian :
كَلا إِذَا بَلَغَتِ التَّرَاقِيَ
Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan,
وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ
dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang dapat menyembuhkan?",
Surah Al Qiyamah ayat 26- 27
alangkah menakutkan ketika kematian menghampiri seseorang apabila bila itu terjadi dengan mendadak atau terjadi karena proses sakit yang kronis dan sakit berkepanjangan yang mengakibatkan kematian .
kematian mendadak ini dalam pandangan Ahlus Sunnah adalah salah tanda hari kiamat yang perlu di waspadai di akhir zaman ini, Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda :
Sesungguhnya di antara tanda-tanda telah dekatnya hari Kiamat ialah … banyak terjadi kematian secara mendadak". [Al-Haitsami berkata, "Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Ash-Shagir dan Al-Ausath dan Al-Albani berkata, "Hasan" Dan beliau menyebutkan orang-orang yang meriwayatkannya, yaitu Ath-Thabrani dalam Al-Ausath dan Adh-Dhiya' Al-Maqaddasi. Lihat : Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir 5 : 214, hadits nomor 5775]
Ini merupakan kejadian yang sudah dapat disaksikan pada masa sekarang di mana banyak terjadi kematian mendadak pada manusia. Maka anda dapat menyaksikan seseorang yang tadinya sehat dan segar bugar, tiba-tiba ia mati secara mendadak, yang sekarang diistilahkan dengan kegagalan jantung atau serangan jantung. Karena itu bagi orang yang berakal sehat, hendaklah ia sadar dan kembali serta bertaubat kepada Allah Ta'ala sebelum datangnya kematian secara mendadak.
Imam Bukhari Rahimahullah pernah berkata :
"Peliharalah keutamaan ruku'mu pada waktu senggang
Sebab, boleh jadi kematianmu akan datang
Secara tiba-tiba
Betapa banyaknya orang yang sehat dan segar bugar
Lantas meninggal dunia dengan tiba-tiba"
Ibnu Hajar berkata : "Sungguh ajaib, bahwa kematian secara mendadak ini juga menimpa beliau rahimahullah “Imam Bukhari- sendiri' [Hadyus-Sari Muqaddimah Fathul Bari, halaman 481, oleh Al-Hafizh Ahmad Ibnu Hajar Al-Asqalani, dengan ikhraj dan tashhih oleh Muhibbuddin Al-Khatib, dicetak oleh Qushay Muhibuddin Al-Khathib, dipublikasikan dan dibagi-bagikan oleh Riasah Idaaratil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta'. Riyadh]
Yusuf al-Wabil menyebutkan bahwa kematian yang datang tiba-tiba atau mendadak merupakan salah satu dari tanda dekatnya kiamat. Hal ini didasarkan pada beberapa kabar hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Salah satunya hadits marfu' dari Anas bin Malik radliyallah 'anhu,
إِنَّ مِنْ أَمَارَاتِ السَّاعَةِ . . . أَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفُجْأَةِ
"Sesungguhnya di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah . . . akan banyak kematian mendadak." (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami' al-Shaghir no. 5899)
Fenomena kematian mendadak ini sudah sering kita saksikan pada masa sekarang. Orang yang sebelumnya sehat bugar, -beraktifitas seperti biasa, atau bahkan berolah raga sepak bola, futsal, badminton dan semisalnya- tiba-tiba ia terjatuh lalu meninggal dunia. Hal ini dibenarkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) berdasarkan sebuah penelitian, setiap tahunnya banyak orang meninggal karena stroke dan serangan jantung. Bahkan disebutkan kalau penyakit jantung menempati urutan pertama yang banyak menyebabkan kematian pada saat ini.
Dalam hadits di atas terdapat mukjizat ilmiah yang kita benarkan melalui kajian kedokteran yang harus diakui. Mukjizat ini membuktikan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah utusan Allah yang tidak berbicara berdasar hawa nafsunya, tapi yang beliau sampaikan adalah wahyu dari Allah yang diturunkan kepada beliau.
Rasanya orang yang hidup pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tak pernah membayangkan akan datangnya zaman yang merebaknya kematian mendadak, kecuali berdasarkan wahyu ilahi yang menyingkap fenomena ini.
Banyak sebab kematian, tapi kematian itu tetap satu. Hal ini menunjukkan bahwa kematian memiliki sebab, seperti sakit, kecelakaan, atau bunuh diri dan semisalnya. Sedangkan kematian yang tanpa didahului sebab itulah maksud kematian yang mendadak yang belum bisa diprediksi sebelumnya.
Seiring majunya ilmu kedokteran, manusia bisa menyingkap tentang sebab kematian seperti kanker, endemik, atau penyakit menular. Penyakit-penyakit ini mengisyaratkan dekatnya kematian, tetapi sebab yang utama adalah mandeknya jantung secara tiba-tiba yang datang tanpa memberi peringatan.
Para ulama mendefinisikan kematian mendadak sebagai kematian tak terduga yang terjadi dalam waktu yang singkat dan salah satu kasusnya adalah seperti yang dialami orang yang terkena serangan jantung.
Imam al-Bukhari dalam shahihnya membuat sebuah bab, بَاب مَوْتِ الْفَجْأَةِ الْبَغْتَةِ "Bab kematian yang datang tiba-tiba". Kemudian beliau menyebutkan hadits Sa'ad bin 'Ubadah radliyallah 'anhu ketika berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia secara mendadak dan aku yakin seandainya ia berbicara sebelum itu, pastilah dia ingin bersedekah. Maka dari itu, apakah dia akan mendapat pahala apabila jika aku bersedekah untuknya?" Beliaupun menjawab, "Ya". (Muttafaq 'alaih)
barakallahu fikum , hendaknya kita sebagai kaum muslimin untuk mewaspadai setiap waktu tentang aktifitas kita dan dengan qodar Allah kita berusaha dan berdo'a Agar Allah Taboraka wa Ta'ala memberikan kebaikan kepada kita.
Pandangan Ulama Salaf terhadap Kematian Mendadak
Beberapa ulama salaf tidak menyukai kematian yang datang secara mendadak, karena dikhawatirkan tidak memberi kesempatan seseorang untuk meninggalkan wasiat dan mempersiapkan diri untuk bertaubat dan melakukan amal-amal shalih lainnya. Ketidaksukaan terhadap kematian mendadak ini dinukil Imam Ahmad dan sebagian ulama madzhab Syafi'i. Imam al-Nawawi menukil bahwa sejumlah sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan orang-orang shalih meninggal secara mendadak. An-Nawawi mengatakan, "Kematian mendadak itu disukai oleh para muqarrabin (orang yang senantiasa menjaga amal kebaikan karena merasa diawasi oleh Allah)." (Lihat (Fathul Baari: III/245)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, "Dengan demikian, kedua pendapat itu dapat disatukan." (Fathul Baari: III/255)
Terdapat keterangan yang menguatkan bahwa kematian mendadak bagi seorang mukmin tidak layak dicela. Dari Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhu, dia berkata, "Kematian mendadak merupakan keringanan bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang-orang kafir." Ini adalah lafadz Abdul Razaq dan al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir, sedangkan lafadz Ibnu Abi Syaibah, "Kematian mendadak merupakan istirahat (ketenangan) bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang kafir." (HR. Abdul Razaq dalam al Mushannaf no. 6776, al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir no. no. 8865)
Dari Aisyah radliyallah 'anha, berkata, "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenai kematian yang datang tiba-tiba. Lalu beliau menjawab,
رَاحَةٌ لِلْمُؤْمِنِ وَأَخْذَةُ أَسَفٍ لِفَاجِرٍ
"Itu merupakan kenikmatan bagi seorang mukmin dan merupakan bencana bagi orang-orang jahat." (HR. Ahmad dalam al-Musnad no. 25042, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman no. 10218. Syaikh al Albani mendhaifkannya dalam Dha'if al Jami' no. 5896)
KEMAKSIATAN MENYEBABKAN DATANGNYA ADZAB ALLAH
Ditulis oleh Ali wafa Abu Sulthon
Allah Tabaroka Wa Ta'ala berfirman :
وَلَوْلا أَنْ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَلاءَ لَعَذَّبَهُمْ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابُ النَّارِ
Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka benar-benar Allah mengazab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka.
Alangkah malunya manusia ini ketika melakukan dosa hatinya tiada merasa risih dan gelisah bahwa apa yang mereka perbuat dari kemaksiatan kepada Allah Azza Wa Jalla tiada penyesalan kepada- Nya dimana seseorang ketika melakukan dosa hendaknya dia sadar bahwa dia hidup di bumi Allah.
Berkata Ibrahim bin Adham : "Kita adalah keturunan penduduk surga, Iblis telah mengeluarkan kita dari surga dengan kemaksiatan. Maka sudah selayaknya bagi orang yang berbuat dosa agar tidak tentram dengan kehidupannya sampai ia kembali ke tanah airnya". Kalau demikian halnya, maka ini tidak lain kecuali pengaruh buruk dari kemaksiatan.
Syaikhul Islam rahimahullah berkata : "Yang menyebabkan pelaku maksiat terjerumus adalah kelalaian dan syahwat, inilah pokok dari segala kejahatan
setiap orang yang melakukan kemaksiatan, maka hal itu disebabkan kebodohannya. Akan tetapi ia tidak dimaafkan dengan sebab ketahuannya. Ia mesti memperhitungkan akibat buruk dari maksiat pada diri pelakunya di dunia dan akherat – semoga Allah melindungi kita darinya - , karena orang yang bermaksiat di kala ia melakukannya, ia bermaksiat pada siapa ? Dialah Raja diraja !
Berkata Bilal bin Sa'd rahimahullah : "Jangan engkau melihat pada kecilnya dosa, tetapi lihatlah pada agungnya Dzat yang engkau maksiati
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ali berkata, "Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang ayat yang paling utama dalam kitabullah ta'ala, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menceritakannya kepada kami, (yaitu ayat):
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
"(Apa saja musibah yang menimpa kalian maka disebabkan oleh perbuatan tangan-tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Ash-Shura [42] : 30),
dan saya akan menafsirkannya kepadamu wahai Ali, apa-apa yang menimpa kalian berupa sakit, siksaan atau cobaan di dunia, maka itu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian dan Allah ta'ala Maha Pemurah dari hendak mengadzab dua kali kepada mereka ketika di akherat sedangkan apa-apa yang Allah maafkan di dunia maka Allah ta'ala Maha Lembut dari hendak kembali setelah memaafkannya."
Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah : "Dosa-dosa ibarat luka-luka, bisa jadi sebuah luka menyebabkan kematian".
Ketika Umar bin Abdul Aziz berada di mushallanya lalu istrinya masuk dan melihat Umar tengah menopang kedua pipinya dengan kedua tangannya sambil mengucurkan air mata yang membasahi janggutnya. Istrinya pun bertanya, "Wahai Amirul Mukminin adakah suatu kejadian?" Umar menjawab, "Wahai Fatimah sesungguhnya di leherku terdapat urusan umat Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam baik yang berkulit hitam atau merah. Lalu aku merenungi perkara orang miskin yang lapar, orang sakit yang lemah, yang telanjang tak berpakaian, yang tertindas, terzhalimi, teraniaya, terasing, para tahanan, orang-orang tua renta, orang yang memilik banyak anak-anak sementara harta mereka sedikit atau orang-orang seperti mereka semua yang ada di seluruh pelusuk tanah air dan penjuru negeri, sungguh aku mengetahui bahwa Tuhanku akan menanyaiku tentang (keadaan) mereka pada hari kiamat maka aku takut tidak memiliki satu argumentasi pun dihadapan-Nya maka aku pun menangis."
Dosa-dosa dan kemaksiatan yang dilakukan itu menuntupi hati dan keimanan mereka. Ketiadaan iman membawa mereka melakukan berbagai kerusakan bukan hanya yang bersifat fisik, seperti pengrusakan alam, namun juga yang bersifat mental, seperti: kezhaliman, tidak memperhatikan halal dan haram, boleh dan tidak boleh menurut agama serta lainnya. Ketiadaan iman itu tidak hanya merusak diri mereka sendiri akan tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Semakin banyak para pelaku dosa dan kemaksiatan ini maka semakin berat pula bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sifat rahmah-Nya yang sempurna, senantiasa memberikan berbagai peringatan dan pelajaran, agar hamba-hamba-Nya yang berbuat kemaksiatan dan kezaliman bersegera untuk meninggalkannya dan kembali ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang beriman akan bertambah sempurna keimanannya dengan peringatan dan pelajaran tersebut.
Namun, berbagai peringatan dan pelajaran baik berupa ayat-ayat kauniyah maupun syar’iyah tadi tidak akan bermanfaat kecuali bagi orang-orang yang beriman.
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)
Sesungguhnya musibah-musibah yang menimpa kaum muslimin berupa penderitaan, kesulitan dan kesempitan baik pada harta maupun keamanan, baik yang menyangkut pribadi ataupun sosial, sesungguhnya disebabkan oleh maksiat-maksiat yang mereka lakukan dan sikap mereka yang meninggalkan perintah-perintah Allah serta meninggalkan penegakkan syari’at Allah, bahkan mereka mencari-cari hukum di antara masyarakat dengan hukum selain dari syari’at Allah Yang telah menciptakan seluruh makhluk dan Yang paling sayang terhadap mereka daripada kasih sayang ibu-ibu dan bapak-bapak mereka dan Yang paling mengetahui kemaslahatan dan kebaikan bagi mereka daripada diri mereka sendiri.
Sesungguhnya dibalik semua sebab-sebab material, alami tersebut adalah sebab syar’i, yang merupakan sebab timbulnya seluruh musibah dan malapetaka, yang lebih kuat, lebih besar, dan lebih berpengaruh daripada sebab-sebab materi di atas. Namun terkadang sebab-sebab materi merupakan sarana timbulnya musibah dan bencana sesuai dengan konsekwensi dari sebab-sebab syar’iyah berupa bencana dan hukuman. Allah berfirman;
(ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ) (الروم:41)
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. 30:41)
Sesungguhnya Allah dengan kebijaksanaan-Nya dan rahmat-Nya kepada ummat ini, Allah menjadikan hukuman kepada mereka akibat dosa-dosa dan kemaksiatan yang dikerjakan mereka berupa penguasaan sebagian mereka terhadap yang lain sesama kaum muslimin. Allah berfirman:
(قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَاباً مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعاً وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآياتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ وَكَذَّبَ بِهِ قَوْمُكَ وَهُوَ الْحَقُّ قُلْ لَسْتُ عَلَيْكُمْ بِوَكِيلٍ لِكُلِّ نَبَأٍ مُسْتَقَرٌّ وَسَوْفَ تَعْلَمُونَ) (الأنعام:67)
“Katakanlah:”Dia yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian) kamu kepada keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya). Dan kaummu mendustakannya (azab) padahal azab itu benar adanya. Katakanlah:”Aku ini bukan orang yang diserahi mengurus urusanmu”. Untuk tiap-tiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengetahui.” (QS. 6:65-67)
Ibnu Katsir menyabutkan dalam buku tafsir beliau hadits-hadits yang banyak yang berkaitan dengan ayatdi atas. Di antaranya adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhori dari Jabir bin Abdillah –semoga Allah meridhoinya-, beliau berkata, “Tatkala turun firman Allah“Katakanlah:”Dia yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu”, Nabi berkata, أَعُوْذُ بِوَجْهِكَ “Aku berlindung dengan wajah-Mu ya Allah darinya adzab ini” “atau dari bawah kaki kalian”, Nabi berkata, Nabi berkata, أَعُوْذُ بِوَجْهِكَ “Aku berlindung dengan wajah-Mu ya Allah darinya adzab ini” atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian) kamu kepada keganasan sebagian yang lain”, Nabi berkata هَذِه أَهْوَنُ أَوْ أَيْسَر “Yang ini lebih ringan atau lebih mudah”.
Ketahuilah bahwasanya seluruh musibah yang menimpa kalian wahai umat Muhammad dan seluruh fitnah dan bencana yang kalian alami sesungguhnya berasal dari diri kalian sendiri, berasal karena sebab dosa-dosa kalian. Maka hendaklah kalian bertaubat dari setiap dosa yang kalian lakukan, kembalilah kepada jalan Allah dan berlindunglah kalian kepada Allah dari fitnah, ujian, dan bencana. Bencana dunia yang menyangkut jiwa berupa pembunuhan dan luka serta terpecah-pecahnya kalian, atau berupa bencana yang mengenai harta benda seperti kurangnya harta dan porak-prandanya harta benda. Demikian juga bencana yang berkaitan dengan agama yang menimpa hati berupa syubhat-syubhat dan syahwat (hawa nafsu) yang telah merintangi umat ini dari agama Allah dan menjauhkan umat dari jalan salaf mereka sehingga menjerumuskan umat ini kedalam jurang api neraka. Sesungguhnya fitnah (bencana) yang menimpa hati lebih besar dan lebih bahaya dan lebih buruk akibatnya daripada bencana yang berkaitan dengan dunia yang jika terjadi maka akibatnya hanyalah kerugian materi dunia….dan dunia bagaimanapun juga akan musnah cepat atau lambat. Adapun cobaan yang menimpa agama maka akibatnya adalah kerugian di dunia dan akhirat
Selengkapnya...