Hak – Hak Alloh atas Hamba-Nya dan Hak – Hak hamba atas Alloh


بسم الله الرحمن الرحيم

Segala Puji bagi Alloh, dan Sholawat dan Salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu alaihi wasallam
BAB  Hak – Hak Alloh atas Hamba-Nya dan Hak – Hak hamba atas Alloh

Manusia tidak diciptakan kecuali semata-mata untuk beribadah kepadaNya, sebagaimana firmanNya dalam ayat yang masyhur,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz Dzaariyat: 56)
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu’, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
PENJELASANNYA
Dengan membaca BISMILLAH sebagai doa bagi seorang Hamba untuk meminta pertolongan kepada Alloh Azza wa jalla dan tabarruk dengan membaca BISMILLAH untuk mendapatkan Berkah dari Alloh, karena Berkah Milik, Tidak pada Makhluq, memulai sesuatu baik dalam apapun selama itu adalah perkara yang mubah bukan perkara yang harom, disunnahkan membaca BISMILLAH sebagaimana Imam Bukhari Rahimahulloh mengamalkannya dan juga para Ulama dalam risalah – risalah mereka , Juga surat Rasululloh shollallahu alaihi wa sallam kepada pada raja Romawi yait Heraklius yang ketika itu memimpin Palestina, dimana Rasululloh Shallallohu alaihi wa sallam mengamalkan melalui juru tulis surat beliau Shallallohu alaihi wa sallam.
Mempelajari Tauhid dimana Arti Tauhid adalah Tauhid Ibadah maknanya mentauhidkan dalam beribadah kepada Alloh Azza wa jalla, Tauhid Ibadah ini diseru oleh para Rasul untuk mentauhidkan Alloh dalam beribadah kepada-Nya, Alloh Tabaroka wa Ta’ala berfirman dalam surat Al mu’minuun ayat 32

(32). فَأَرْسَلْنَا فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖأَفَلَا تَتَّقُونَ

Lalu Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata): "Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripada-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz Dzaariyat: 56)
Ayat diatas menjelaskan bahwa Alloh menciptakan Jin dan Manusia yang Mukallaf ini untuk hikmah yang besar dan ketetapan yang Alloh wajibkan bagi mereka untuk beribadah dan mentauhidkan- Nya dalam setiap saat kepada Alloh, juga meninggalkan setiap penyembahan dan pengabdian kepada selain-Nya dimana Alloh menciptakan mereka agar supaya mereka beramal dengan beribadah kepada Alloh Azza wa jalla.

Ibadah dalam definisi terbaik dan terlengkap adalah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan,
قال شيخ الإسلام: العبادة اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأعمال الظاهرة والباطنة.
“Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). 


Diterjemahkan oleh Ali wafa Abu Sulthon dari kitab
الكتاب : التوحيد وقرة عيون الموحدين في تحقيق دعوة الأنبياء والمرسلين

bersambung
Selengkapnya...

DASAR DAKWAH AGAMA ISLAM INI ADALAH TAUHID

Dakwah tauhid yaitu menyeru kepada Alloh,  mengesakannya, meniadakan sesembahan yang lain, menetapakan Alloh Azza wa jalla yang berhak disembah dengan sesuai syareat- Nya baik yang telah diperintahkan oleh Alloh dalam Al Qur’an dan As sunnah sesuai pemahaman para shahabat radhiyallohu anhum karena mereka adalah Para Pengikut Tauhid yang murni dimana langsung diajarkan rasululloh Shallallohu alaihi wasallam , mentauhidkan Alloh dengan apa yang Alloh telah syareatkan dengan ikhlash kepada Alloh mengharap pahala dan berlindung kepada Alloh dari Adzab-Nya .
Tidaklah benci dakwah tauhid kecuali orang- orang yang menolak keesaan Alloh Azza wajalla, baik secara individu maupun kelompok, sungguh jaman NOW, kini orang – orang sibuk mencari dalih – dalih ketika dakwah tauhid dikumandangkan oleh seorang Da’i atau ustadz, dongkol hatinya, gerah jiwanya karena Gersang dengan Siraman Tauhid.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيْلِيْ أَدْعُوْا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِيْ وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآ أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. - يوسف: 108

"Katakanlah (Muhammad): “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik." (Yusuf: 108)

Imam Abu Ja’far Ibnu Jarir ath-Thabari ketika menafsirkan ayat ini mengatakan bahwa Allah Ta’ala telah memerintahkan nabi-Nya untuk menyatakan inilah dakwah dan jalan yang aku menyeru dan berpijak di atas-nya, yaitu menyeru manusia untuk berTauhdi, dan beribadah hanya kepada-Nya semata, yang berujung pada ketaatan kepadaNya dan tidak bermaksiat kepadaNya. Aku dan orang-orang yag mengikutiku menyeru hanya kepada Allah dengan hujjah yang dibimbing di atas ilmu dan keyakinan.

Sesungguhnya berdakwah kepada tauhid dan manhaj salaf ash-shalih itulah yang mampu menyatukan kalimat, dan menyatukan barisan (kaum muslimin) sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpegang teguhlah dengan tali Allah secara keseluruhan, dan jangan kalian berpecah-belah.” [ali-Imran/3: 103]
Dan firman-Nya:
إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
“Sesungguhnya ini adadalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka beribadahlah kepadaKu.” [al-Anbiya/21: 92]
Maka tidak mungkin kaum muslimin bisa bersatu kecuali di atas kalimat tauhid dan manhaj salaf, karena apabila mereka dibolehkan memilih manhaj-manhaj yang menyelisihi manhaj salaf maka bercerai berai dan berselisihlah mereka, sebagaimana kenyataannya demikian.
Siapa yang menyeru kepada tauhid dan manhaj salaf, itulah orang yang menyeru kepada persatuan, sedangkan orang yang menyeru (umat) untuk menyelisihi manhaj salaf maka dialah yang menyeru kepada perpecahan dan perselisihan.
Sesungguhnya Allah Ta’ala mengutus para Rasul dengan tujuan yang sama, yaitu membumikan Tauhid. Menjadikan Allah Ta’ala satu-satunya yang berhak di ibadahi.
Allah Ta’ala berfirman :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
”Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut”. (An-Nahl: 36).
Para Rasul yang diutus Allah Ta’ala untuk menegakkan Tauhid, mendapatkan penolakan dan pengingkaran dari orang-orang sesat yang buta mata hatinya.
Penolakan mereka kepada dakwah Tauhid dari semenjak dahulu hingga hari ini ternyata dalih (argumen) mereka sama. Yakni tidak relanya mereka meninggalkan adat istiadat, tradisi yang sudah turun temurun mereka dapatkan dari nenek moyang mereka yang dengan setianya sudah mereka amalkan. Dan mereka enggan untuk meninggalkannya.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan risalah kepada kaumnya, orang-orang Quraisy. Mereka yang menolak seruan Rasulullah berkata sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur’an,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۚ أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوهُمْ إِلَىٰ عَذَابِ السَّعِيرِ
Dan apabila dikatakan kepada mereka : “Ikutilah apa yang diturunkan Allah” Mereka menjawab : “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. (Q.S Luqman: 21).
Perkata’an orang-orang kafir Quraisy yang menolak dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sama persis dengan perkata’an kaum-kaum terdahulu yang menolak dakwah Tauhid yang diserukan para Rasul yang di utus kepada mereka. Mereka berkata sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an,
إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَىٰ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰ آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ
”Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu tradisi, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka (nenek moyang)”. (Az-Zukhruf: 22).
Wajib bagi orang beriman untuk mencintai tauhid dan membenci syirik. Mencintai ahli tauhid dan membenci ahli syirik. Inilah ajaran para nabi dan rasul kepada umatnya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah ada teladan yang baik untuk kalian pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya, yaitu ketika mereka berkata kepada kaumnya; Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari segala yang kalian sembah selain Allah. Kami mengingkari kalian, dan telah jelas antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya, sampai kalian mau beriman kepada Allah saja…”(QS. al-Mumtahanah: 4).
Konsekuensi dari hal itu juga adalah dengan mencintai Nabi karena beliaulah orang yang menjadi pemimpin umat yang bertauhid. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Anas Radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده ووالده والناس أجمعين".
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan manusia seluruhnya”.
Juga diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Anas Radhiallahu’anhu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
"ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان : أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله، وأن يكره أن يعود في الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يقذف في النار". وفي رواية : " لا يجد أحد حلاوة الإيمان حتى ... إلى آخره.
“Ada tiga perkara, barang siapa terdapat di dalam dirinya ketiga perkara itu, maka ia pasti mendapatkan manisnya iman, yaitu : Allah dan RasulNya lebih ia cintai dari pada yang lain, mencintai seseorang tiada lain hanya karena Allah, benci (tidak mau kembali) kepada kekafiran setelah ia diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia benci kalau dicampakkan kedalam api”.
Dan disebutkan dalam riwayat lain : “Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman, sebelum …”dst.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata :
"من أحب في الله، وأبغض في الله، ووالى في الله، وعادى في الله، فإنما تنال ولاية الله بذلك، ولن يجد عبد طعم الإيمان وإن كثرت صلاته وصومه حتى يكون كذلك، وقد صار عامة مؤاخاة الناس على أمر الدنيا، وذلك لا يجدي على أهله شيئا" رواه ابن جرير.
“Barangsiapa yang mencintai seseorang karena Allah, membenci karena Allah, membela Karena Allah, memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan Allah itu diperolehnya dengan hal-hal tersebut, dan seorang hamba tidak akan bisa menemukan lezatnya iman, meskipun banyak melakukan sholat dan puasa, sehingga ia bersikap demikian. Pada umumnya persahabatan yang dijalin di antara manusia dibangun atas dasar kepentingan dunia, dan itu tidak berguna sedikitpun baginya”.
Ibnu Abbas menafsirkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
]وتقطعت بهم الأسباب[ قال : المودة.
“ … dan putuslah hubungan di antara mereka” (QS. Al baqarah, 166)
 Suatu ketika, Abdullah putra Abdullah bin Ubay bin Salul -gembong munafikin- duduk di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu beliau sedang minum. Abdullah berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, tidakkah anda sisakan air minum anda untuk kuberikan kepada ayahku? Mudah-mudahan Allah membersihkan hatinya dengan air itu.” Nabi pun menyisakan air minum beliau untuknya. Lalu Abdullah datang menemui ayahnya. Ayahnya pun bertanya kepada sang anak, “Apa ini?”. Abdullah menjawab, “Itu adalah sisa minuman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku membawakannya untukmu agar engkau meminumnya. Mudah-mudahan Allah membersihkan hatimu dengannya.” Sang ayah berkata kepada, “Mengapa kamu tidak bawakan saja kepadaku air kencing ibumu, itu lebih suci bagiku daripada bekas air minum itu.” Maka dia -Abdullah- pun marah dan melapor kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah! Apakah anda mengizinkan aku untuk membunuh ayahku?”. Nabi menjawab, “Jangan, hendaknya kamu bersikap lembut dan berbuat baik kepadanya.” (lihat Thariq al-Wushul ila Idhah ats-Tsalatsah al-Ushul, hal. 54)
Wallohu a’lam bisshowwab
Semoga kita semua istiqomah dalam mentauhidkan Alloh dan berada dalam jalan yang telah ditunjukkan oleh Nabi kita Muhammad shallallohu alaihi wa sallam

Oleh Ali wafa Abu Sulthon As Syamsuri
Selengkapnya...

Kewajiban Mengamalkan Sunnah

Translate

>