BAGAIMANA KALAU KITA SENDIRIAN , APAKAH DISUNNAHKAN ADZAN

Siapa saja yang shalat sendirian dan di tempat tersebut sudah dikumandangkan azan sebelumnya, maka ia tidak perlu lagi mengumandangkan azan dan mencukupkan diri dengan azan tersebut. Akan tetapi, apabila ia mengumandangkan azan dan iqamah sekaligus, maka ia akan mendapatkan keutamaan azan sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Uqbah bin ‘Amir berikut,
يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِى غَنَمٍ فِى رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ يُؤَذِّنُ بِالصَّلاَةِ وَيُصَلِّى فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا إِلَى عَبْدِى هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلاَةَ يَخَافُ مِنِّى فَقَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِى وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ
Rabb kalian begitu takjub terhadap si pengembala kambing di atas puncak gunung yang mengumandangkan azan untuk shalat dan ia menegakkan shalat. Allah pun berfirman, “Perhatikanlah hamba-Ku ini, ia berazan dan menegakkan shalat (karena) takut kepada-Ku. Karenanya, Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku ini dan aku masukkan ia ke dalam surga”. (HR. Abu Daud no. 1203 dan An Nasai no. 667. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Bagi yang shalat munfarid (shalat sendirian) di padang pasir atau di suatu negeri, ia tetap mengumandangkan azan sebagaimana hal ini adalah pendapat dalam madzhab Syafi’i dan nash jadid dari Imam Syafi’i (pendapat Imam Syafi’i ketika di Mesir). Menurut pendapat lawas (saat Imam Syafi’i di Irak), tidak perlu dikumandangkan azan.” (Roudhotuth Tholibin, 1: 141)


 
 
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa adzan merupakan salah satu syi’ar Islam yang paling besar dan penunjuk eksistensi Islam yang paling masyhur. Adzan dikumandangkan sebagai pemberitahuan kepada manusia (kaum muslimin) bahwa waktu shalat telah masuk. Bahkan, dikumandangkannya adzan menjadi sebab sebuah negeri tidak diserang oleh pasukan kaum muslimin sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas radliyallaahu ‘anhu berikut:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُغِيرُ إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ، وَكَانَ يَسْتَمِعُ الأَذَانَ، فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا، أَمْسَكَ، وَإِلَّا أَغَارَ، فَسَمِعَ رَجُلًا، يَقُولُ: اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَى الْفِطْرَةِ.....
Dari Anas bin Maalik, ia berkata : “Rasulullah pernah hendak menyerang satu daerah ketika terbit fajar. Beliau menunggu suara adzan, jika beliau mendengar suara adzan maka beliau menahan diri. Namun jika beliau tidak mendengar, maka beliau menyerang. Lalu beliau pun mendengar seorang laki-laki berkata (mengumandangkan adzan) : Allaahu akbar Allaahu akbar. Rasulullah bersabda : “Di atas fithrah....” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 382].

An-Nawawiy rahimahullah berkata :
وَفِي الْحَدِيث دَلِيل عَلَى أَنَّ الْأَذَان يَمْنَع الْإِغَارَة عَلَى أَهْل ذَلِكَ الْمَوْضِع ، فَإِنَّهُ دَلِيل عَلَى إِسْلَامهمْ
“Dalam hadits ini terdapat dalil yang menujukkan bahwa adzan menahan serangan terhadap penduduk daerah tersebut, karena adzan tersebut merupakan dalil atas keislaman mereka” [Syarh Shahiih Muslim, 4/84].
Namun demikian, para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengumandangkan adzan, apakah wajib ataukah hanya sunnah muakkadah saja. Yang raajih dalam hal ini – wallaahu a’lam – adalah wajib/fardlu kifayah. Apabila salah seorang telah mengumandangkan adzan, maka telah mencukupi bagi orang-orang yang tinggal di negeri/tempatnya. Dalilnya antara lain sabda Nabi :
مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ لَا يُؤَذَّنُ وَلَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ
Tidaklah tiga orang yang tinggal di satu desa yang tidak dikumandangkan adzan dan tidak pula ditegakkan shalat padanya, kecuali setan akan menguasai mereka
Dalam lafadh lain:
مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ
Tidaklah tiga orang yang tinggal di satu desa atau pedalaman yang tidak ditegakkan shalat padanya, kecuali setan akan menguasai mereka” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 547, An-Nasaa’iy no. 847, Ahmad 5/196 & 6/446, Al-Haakim 1/330 & 2/524, dan yang lainnya; hasan].
Hadits di atas secara jelas menunjukkan wajibnya adzan di suatu tempat/negeri, karena meninggalkan adzan dan shalat menjadi sebab berkuasanya setan. Selain itu, yang menjadi dalil adalah hadits Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu yang disebutkan di awal.
Pendapat inilah yang dikuatkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah sebagaimana perkataannya:
الصحيح أن الأذان فرض على الكفاية
“Yang benar dalam permasalahan ini, adzan hukumnya fardlu kifaayah” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 22/64].
Begitu juga Al-Mardawiy Al-Hanbaliy rahimahullah:
فإن فعلهما في الحضر فالصحيح من المذهب : أنهما فرض كفاية في القرى والأمصار وغيرهما وعليه الجمهور
“Apabila keduanya (adzan dan iqamat) dilakukan ketika menetap (tidak safar – Abul-Jauzaa), maka yang shahih dalam madzhab (Hanabilah) bahwa keduanya hukumnya fardlu kifayah di desa, kota, dan tempat yang lainnya. Inilah pendapat yang dipegang jumhur” [Al-Inshaaf, 1/407].
Apabila seseorang shalat sendirian (munfarid), ia pun tetap disyari’atkan untuk mengumandangkan adzan (dan iqamat). Dalilnya antara lain adalah:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ: " يَعْجَبُ رَبُّكُمْ مِنْ رَاعِي غَنَمٍ فِي رَأْسِ شَظِيَّةٍ بِجَبَلٍ، يُؤَذِّنُ بِالصَّلَاةِ وَيُصَلِّي، فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا إِلَى عَبْدِي هَذَا يُؤَذِّنُ وَيُقِيمُ الصَّلَاةَ، يَخَافُ مِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِعَبْدِي وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ "
Dari ‘Uqbah bin ‘Aamir, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda : “Rabb kalian ridlaa pada seorang penggembala kambing yang berada di pucuk gunung, yang mengumandangkan adzan dan shalat. Maka Allah ‘azza wa jallla berfirman : ‘Lihatlah kepada hamba-Ku yang mengumandangkan adzan dan menegakkan shalat karena semata-mata takut kepada-Ku. Sungguh Aku telah mengampuni hamba-Ku itu dan akan Aku masukkan ia ke dalam surga” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1203, An-Nasaa’iy no. 666, Ahmad 4/145 & 4/157, dan yang lainnya; shahih].
An-Nasaa’iy rahimahullah memasukkan hadits ‘Uqbah bin ‘Aamir radliyallaahu ‘anhu di atas dalam bab (الْأَذَانُ لِمَنْ يُصَلِّي وَحْدَهُ) “Adzan bagi orang yang shalat sendirian diri” [Sunan An-Nasaa’iy, hal. 111].
Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahullah berkata:
وفي الحديث من الفقه استحباب الأذان لمن يصلي وحده , وبذلك ترجم له النسائي.
وقد جاء الأمر به وبالإقامة أيضاً في بعض طرق حديث المسيء صلاته , فلا ينبغي التساهل بهما.
“Kandungan dalam hadits ini merupakan fiqh disunnahkannya adzan bagi orang yang shalat sendirian. Oleh sebab itu, An-Nasaa’iy telah menjelaskan hadits itu (pada bab dalam Sunan-nya). Dan telah ada hadits lain yang memerintahkan iqamat pada sebagian jalan hadits orang yang jelek shalatnya, sehingga tidak boleh untuk bermudah-mudah untuk meninggalkan adzan dan iqamat” [Silsilah Ash-Shahiihah, 1/102].
Juga hadits Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَة الْأَنْصَارِيِّ ، أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ، قَالَ لَهُ: " إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الْغَنَمَ وَالْبَادِيَةَ، فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ بِالصَّلَاةِ فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ، فَإِنَّهُ لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلَا إِنْسٌ وَلَا شَيْءٌ إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ "، قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ
Dari ‘Abdullah bin ‘Abdirrahmaan bin Abi Sha’sha’ah Al-Anshaariy Al-Maaziniy, bahwasannya Abu Sa’iid Al-Khudriy pernah berkata kepadanya : “Aku melihatmu menyukai kambing dan daerah pedalaman/sahara. Apabila engkau sedang bersama kambingmu atau ketika berada di daerah pedalaman/sahara, lalu engkau mengumandangkan adzan untuk shalat, maka angkatlah (keraskanlah) suaramu. Karena tidaklah suara muadzin terdengar oleh jin, manusia, atau yang lainnya, kecuali mereka akan menjadi saksi bagimu di hari kiamat”. Abu Sa’iid melanjutkan : “Aku mendengarnya dari Rasulullah ” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 609].
Berkata Al Imam Asy-Syaafi’iy rahimahullah:
وَلَمْ أَعْلَمْ مُخَالِفًا فِي أَنَّهُ إِذَا جَاءَ الْمَسْجِدَ، وَقَدْ خَرَجَ الْإِمَامُ مِنَ الصَّلَاةِ، كَانَ لَهُ أَنْ يُصَلِّيَ بِلَا أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ
“Aku tidak mengetahui adanya orang yang menyelisihi apabila ada seseorang yang datang ke masjid sedangkan imam telah keluar (selesai) dari shalatnya, maka boleh baginya shalat tanpa adzan dan iqamat” [Al-Umm, 1/101].
Wallahu A'lam bisshowwab
 
 
Selengkapnya...

Kewajiban Mengamalkan Sunnah

Translate

>