Doa Ketika Akan Berpergian ( Keluar Kota )


Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صلى الله عليه وسلم - كَانَ إِذَا استَوَى عَلَى بَعِيرِهِ خَارِجًا إِلَى سَفَرٍ كَبَّرَ ثَلاثًا ثُمَّ قَالَ: سُبحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقرِنِينَ * وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنقَلِبُونَ{ اللهمَّ إِنَّا نَسأَلُكَ في سَفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقوَى، وَمِن العَمَلِ مَا تَرضَى، اللهمَّ هَوِّن عَلَينَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطوِ عَنَّا بُعدَهُ، اللهمَّ أَنتَ الصَّاحِبُ في السَّفَرِ، وَالخَلِيفَةُ في الأَهلِ، اللهمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِن وَعثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ المَنظَرِ، وَسُوءِ المُنقَلَبِ في المَالِ وَالأَهلِ.
وَإِذَا رَجَعَ قَالَهُنَّ وَزَادَ فِيهِنَّ: آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ.

” Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berada di atas kendaraan hendak bepergian, maka terlebih dahulu beliau bertakbir sebanyak tiga kali. Kemudian beliau membaca doa sebagai berikut: “SUBHAANALLADZI SAKHKHARA LANAA HAADZA WAMAA KUNNAA LAHU MUQRINIIN WA INAA ILAA RABBINAA LAMUNQALIBUUN. ALLAHUMMA INNAA NASALUKA FI SAFARINAA HADZAL BIRRA WAT TAQWA WA MINAL ‘AMALI MAA TARDLA ALLAHUMMA HAWWIN ‘ALAINAA SAFARANAA HADZA WATHWI ‘ANNAA BU’DAHU ALLAHUMMA ANTASH SHAAHIBU FIS SAFARI WAL KHALIIFATU FIL AHLI ALLAHUMMA INNI `A’UUDZU BIKA MIN WA’TSAA`IS SAFAR WAKA`AABATIL MANZHARI WA SUU`IL MUNQALABI FIL MAAL WAL AHLI

(Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan takwa dalam perjalanan ini, kami mohon perbuatan yang Engkau ridloi. Ya Allah, permudahkanlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah pendampingku dalam bepergian dan mengurusi keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan kepulangan yang buruk dalam harta dan keluarga).” Dan jika beliau kembali pulang, beliau membaca do’a itu lagi dan beliau menambahkan di dalamnya, “AAYIBUUNA TAA`IBNUUNA ‘AABIDUUNA LIRABBINAA HAAMIDUUNA (Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji Rabb kami).” (HR. Muslim no. 1342)

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma dia berkata:

كُنَّا إِذَا صَعِدنَا كَبَّرنَا وَإِذَا تَصَوَّبنَا سَبَّحنَا

“Jika kami melewati jalanan yang menanjak maka kami bertakbir (membaca: ALLAHU AKBAR) dan jika jalanannya menurun maka kami bertasbih (membaca: SUBHANALLAH ).” (HR. Al-Bukhari no. 2994)

Dari Khaulah binti Hakim radhiallahu anha dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَن نَزَلَ مَنْزِلاً ثُمَّ قَالَ: أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ لَم يَضُرَّهُ شَيءٌ حَتَّى يَرتَحِلَ مِن مَنْزِلِهِ ذَلِكَ

“Barangsiapa yang singgah pada suatu tempat kemudian dia berdoa: A’AUUDZU BI KALIMAATILLAHIT TAAMMAH MIN SYARRI MAA KHALAQ (Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan apa saja yang Dia ciptakan), niscaya tidak akan ada yang membahayakannya hingga di pergi dari tempat itu.” (HR. Muslim no. 2708)

Dari Ka’ab bin Malik radhiallahu anhu dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم - كَانَ إِذَا قَدِمَ مِن سَفَرٍ ضُحًى دَخَلَ المَسجِدَ فَصَلَّى رَكعَتَينِ قَبلَ أَن يَجلِسَ

“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam jika beliau datang dari safar pada waktu dhuha, beliau masuk masjid lalu shalat dua rakaat sebelum duduk.”
Dalam riwayat lain: “Jika beliau datang dari safar maka beliau langsung ke masjid lalu shalat dua rakaat.” (HR. Al-Bukhari no 4418 dan Muslim no. 2769)

Di antaranya ada yang dibaca ketika naik kendaraan seperti pada hadits Ibnu Umar di atas, bahkan Allah Ta’ala telah berfirman:

*وَجَعَلَ لَكُم مِنَ الفُلكِ وَالأَنعَامِ مَا تَركَبُونَ لِتَستَوُوا عَلَى ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذكُرُوا نِعمَةَ رَبِّكُم إِذَا استَوَيتُم عَلَيهِ وَتَقُولُوا سُبحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقرِنِينَ

“Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untuk kalian kapal dan binatang ternak yang kalian tunggangi. Supaya kalian duduk di atas punggungnya kemudian kalian mengingat nikmat Rabb kalian apabila kalian telah duduk di atasnya. Dan supaya kalian mengucapkan: “Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami.” (QS. Az-Zukhruf: 12-14)

Di antaranya ada yang dibaca di tengah perjalanan seperti dalam hadits Jabir di atas. Ada juga yang dibaca ketika mampir di tengah perjalanan seperti pada hadits Khaulah di atas. Dan ada yang dibaca ketika dia pulang kembali ke rumahnya seperti zikir pada hadits Ibnu Umar di atas.

Di antara zikir yang dibaca ketika akan safar dan ketika sudah berada di atas kendaraan adalah yang tersebut dalam hadits Ali bin Abi Thalib dimana beliau menceritakan sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika akan safar:

فَلَمَّا وَضَعَ رِجلَهُ في الرِّكَابِ قَالَ: بِسمِ اللهِ فَلَمَّا استَوَى عَلَى ظَهرِهَا قَالَ: الحَمدُ للهِ ثُمَّ قَالَ: سُبحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنقَلِبُونَ ثُمَّ قَالَ: الحَمدُ للهِ ثَلاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ: الله أَكبَرُ ثَلاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ قَالَ: سُبحَانَكَ إِنِّي ظَلَمتُ نَفسِي فَاغفِر لي فَإِنَّهُ لا يَغفِرُ الذُّنُوبَ إِلا أَنتَ

“Tatkala beliau meletakkan kakinya pada tunggangannya beliau membaca: BISMILLAH. Dan ketika beliau sudah berada di atasnya beliau membaca: ALHAMDULILLAH. Kemudian beliau membaca: SUBHAANALLADZI SAKHKHARA LANAA HAADZA WAMAA KUNNAA LAHU MUQRINIIN WA INAA ILAA RABBINAA LAMUNQALIBUUN (Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami). Kemudian beliau membaca: ALHAMDULILLAH sebanyak 3 kali, kemudian membaca: ALLAHU AKBAR sebanyak 3 kali. Kemudian beliau membaca: SUBHANAKA INNI ZHOLAMTU NAFSI FAGHFIRLI, FA INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUBA ILLA ANTA (Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku maka ampunilah aku, karena tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau).” (HR. Ahmad: 1/97, Abu Daud no. 2602, dan At-Tirmizi no. 3446)

Dan setelah dia tiba di negerinya, maka disunnahkan dia langsung ke masjid sebelum ke rumahnya, lalu dia mengerjakan shalat dua rakaat, baru kemudian dia pulang ke rumahnya. Ini berdasarkan hadits Ka’ab bin Malik di atas dan juga dipertegas oleh hadits Jabir bin Abdillah dia berkata:

كُنتُ مَعَ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم - في سَفَرٍ فَلَمَّا قَدِمنَا المَدِينَةَ قَالَ لي: ادخُل المَسجِدَ فَصَلِّ رَكعَتَينِ

“Saya pernah bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam perjalanan. Tatkala kami sudah pulang dan tiba di Madinah maka beliau berkata kepadaku, “Masuklah masjid lalu shalatlah dua rakaat.” (HR. Al-Bukhari: 6/193)
Selengkapnya...

Sikap Seorang Muslim Ketika Teroris Khawarij Tewas

Para sahabat Nabi –semoga Allah meridhai mereka- tidak merasa sedih dengan meninggalnya tokoh-tokoh teroris khawarij, bahkan sebaliknya dengan menampakkan perasaan gembira dan bersyukur atas meninggalnya. Diriwayatkan dari Abu Ghalib berkata: Abu Umamah –radhiallahu anhu- melihat kepala-kepala (kaum khawarij) yang dipajang ditangga masjid Damaskus, lalu Abu Umamah berkata: كِلَابُ النَّارِ شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ خَيْرُ قَتْلَى من قَتَلُوهُ
“Anjing-anjing neraka, (mereka) seburuk-buruk yang terbunuh di bawah kolong langit,dan sebaik-baik yang terbunuh adalah yang mereka bunuh.” Lalu Abu Umamah berkata: "Sekiranya aku tidak mendengar hadits ini (dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam) sekali, dua kali sampai tujuh kali, aku tidak akan memberitakannya kepada kalian.” (HR.Tirmidzi:3000)

Perhatikanlah hadits ini yang menunjukkan betapa seringnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam memberi peringatan kepada umatnya dari bahaya Para Teroris khawarij ini.
 

Demikian pula yang dilakukan Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu,sebagaimana yang diriwayatkan oleh Zabban bin Shabirah Al-Hanafi bahwa ia berkata ketika menceritakan keikutsertaannya dalam perang Nahrawan dalam menumpas kaum Khawarij: “Aku termasuk yang menemukan dzu tsadyah, lalu menyampaikan berita gembira ini kepada Ali radhiallahu anhu dan aku melihatnya sujud yang menunjukkan kegembiraannya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf: 8424)

Yang dimaksud Dzu tsadyah adalah salah seorang dari kalangan khawarij yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, Dzu tsadyah artinya yang memiliki benjolan pada bagian tangannya yang menyerupai payudara, bagian atasnya seperti puting payudara yang memiliki bulu-bulu kecil mirip kumis kucing. (Fathul Bari:12/298)

Demikianlah sikap para ulama salaf dalam menyikapi kaum teroris khawarij.Semoga Allah memelihara kita semua dari kejahatan dan makar Kejahatan mereka, dan semoga Allah menyelamatkan kaum muslimin dari berbagai pemikiran dan syubhat mereka yang menyesatkan manusia dari jalan Allah Azza Wajalla. Benarlah ucapan Abul ‘Aliyah rahimahullah:

إن علي لنعمتين ما أدري أيتهما أعظم أن هداني الله للإسلام ولم يجعلني حروريا
“Sesungguhnya aku merasakan dua kenikmatan yang aku tidak mengetahui manakah diantara dua kenikmatan tersebut yang terbesar: ketika Allah memberi hidayah kepadaku untuk memeluk islam, dan tidak menjadikan aku sebagai haruri (khawarij).” (diriwayatkan Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf:18667)
Selengkapnya...

"WASPADA dari Jeratan Pemikiran dan Gerakan TERORIS" Dauroh Sumenep oleh Ustad USAMAH MAHRI Lc.

Silahkan Download audio file Dauroh Sumenep pada hari Ahad tanggal 26 September 2010 di Masjid NUR MUHAMMAD Kolor Sumenep oleh Ustad USAMAH MAHRI Lc.(Alumni Universitas Madinah) dengan Tema "WASPADA dari Jeratan Pemikiran dan Gerakan TERORIS".

Download Audio 1 : (Waspada dari Jeratan Pemikiran dan Gerakan Teroris-1.mp3)
Download Audio 2 : (Waspada dari Jeratan Pemikiran dan Gerakan Teroris-2.mp3)
Selengkapnya...

Aqidah Yang Benar Membawa kepada Surga

Akidah Secara bahasa berasal dari kata aqd yg berarti pengikatan. “I’taqadtu Kadza” artinya “Saya beritikad begini.” Maksudnya saya mengikat hati terhadap hal tersebut. Akidah adl apa yg diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan “Dia mempunyai akidah yg benar” berarti akidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.

Akidah Secara Syara Yaitu iman kepada Allah para malaikat-Nya kitab-kitab-Nya para rasul-Nya dan kepada hari akhir serta kepada Qadar yg baik maupun yg buruk. Hal ini disebut juga sebagai rukun iman. Syariat terbagi menjadi dua yaitu itikadiyah dan amaliyah. Itikadiyah adl hal-hal yg tidak berhubungan dgn tata cara amal. Seperti kepercayaan terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepada-Nya juga beritikad terhadap rukun-rukun iman yg lain. Hal ini disebut pokok agama . Adapun amaliyah adl segala apa yg berhubungan dgn tata cara amal seperti salat zakat puasa dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut cabang agama krn ia dibangun di atas itikadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya itikadiyah. Akidah yg benar adl fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal. Firman Allah SWT yg artinya “Barangsiapa mengharap perjumpaan dgn Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yg saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” . “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada yg sebelumnya ‘Jika kamu mempersekutukan niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yg merugi’.” . “Maka sembahlah Allah dgn memurnikan keta’atan kepada-Nya. Ingatlah hanya kepunyaan Allah lah agama yg bersih .” . Ayat-ayat tersebut di atas dan yg senada dengannya yg masih banyak menunjukkan bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian Nabi saw yg pertama kali adl pelurusan aqidah. Dan hal pertama yg didakwahkan para rasul kepada umatnya adl menyembah Allah semata dan meninggalkan segala yg dituhankan selain Dia. Firman Allah SWT yg artinya “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat ‘Sembahlah Allah dan jauhilah Taghut itu’ . . .” . Dan tiap rasul mengucapkan pada awal dakwahnya “Wahai kaumku sembahlah Allah sekali-kali tak ada tuhan bagimu selain-Nya.” .


Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh Hud Shaleh Syu’aib dan seluruh rasul. Selama 13 tahun di Makkah sesudah bi’tsah Nabi saw mengajak manusia kepada tauhid dan pelurusan akidah krn hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da’i dan para pelurus agama dalam tiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam berdakwah. Sehingga mereka memulai dgn dakwah kepada tauhid dan pelurusan akidah setelah itu mereka mengajak kepada seluruh perintah agama lainnya. Sumber-Sumber Akidah yg Benar dan Manhaj Salaf dalam Mengambil Akidah Akidah adl tauqifiyah. Artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dgn dalil syar’i tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yg ada di dalam Alquran dan Sunah. Tidak seorang pun yg lbh mengetahui tentang Allah tentang apa-apa yg wajib bagi-Nya dan apa yg harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Tidak seorang pun sesudah Allah yg lbh mengetahui tentang Allah selain Rasulullah saw. Oleh krn itu manhaj salafu saleh dan para pengikutnya dalam mengambil akidah terbatas pada Alquran dan Sunnah. Maka segala apa yg ditunjukkan oleh Alquran dan Sunah tentang hak Allah mereka mengimaninya meyakininya dan mengamalkannya. Apa yg tidak ditunjukkan oleh Alquran dan Sunah mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Oleh krn itu tidak ada pertentangan di antara mereka di dalam itikad. Bahkan akidah mereka adl satu dan jamaah mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yg berpegang teguh dgn Alquran dan Sunah rasul-Nya dgn kesatuan kata kebenaran akidah dan kesatuan manhaj. Firman Allah SWT yg artinya “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah dan janganlah kamu bercerai berai ..” “Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku lalu barangsiapa yg mengikut petunjuk-Ku ia tidak sesat dan tidak akan celaka.” Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah . Sebab Rasulullah saw telah bersaksi bahwa merekalah yg selamat ketika memberitahukan bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yg kesemuanya di neraka kecuali satu golongan. Ketika ditanya tentang yg satu itu beliau menjawab “Mereka adl orang yg berada di atas ajaran yg sama dgn ajaranku pada hari ini dan para shahabatku.” Kebenaran sabda baginda Rasul saw tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia membangun aqidahnya di atas landasan selain Kitab dan Sunnah yaitu di atas landasan ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yg diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi. Maka terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam aqidah yg mengakibatkan pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam. Penyimpangan Akidah dan Cara-Cara Penanggulangannya Penyimpangan dari akidah yg benar adl kehancuran dan kesesatan. Karena akidah yg benar merupakan motivator utama bagi amal yg bermanfaat. Tanpa akidah yg benar seseorang akan menjadi mangsa bagi persangkaan dan keragu-raguan yg lama-kelamaan mungkin menumpuk dan menghalangi dari pandangan yg benar terhadap jalan hidup kebahagiaan sehingga hidupnya terasa sempit lalu ia ingin terbebas dari kesempitan tersebut dgn menyudahi hidup sekalipun dgn bunuh diri sebagaimana yg terjadi pada banyak orang yg telah kehilangan hidayah akidah yg benar. Masyarakat yg tidak dipimpin oleh akidah yg benar merupakan masyarakat hewani tidak memiliki prinsip-prinsip hidup bahagia sekali pun mereka bergelimang materi tetapi terkadang justru sering menyeret mereka pada kehancuran sebagaimana yg kita lihat pada masyarakat jahiliyah. Karena sesungguhnya kekayaan materi memerlukan taujih dalam penggunaannya dan tidak ada pemberi arahan yg benar kecuali akidah sahihah. Allah telah berfiman yg artinya “Hai rasul-rasul makanlah dari makanan yg baik-baik dan kerjakanlah amal yg shalih.” . “Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud! dan Kami telah melunakkan besi untuknya buatlah baju besi yg besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yg shaleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yg kamu kerjakan’.” . Maka kekuatan aqidah tidak boleh dipisahkan dari kekuatan maddiyah . Jika hal itu dilakukan dgn menyeleweng kepada aqidah batil maka kekuatan materi akan berubah menjadi sarana penghancur dan alat perusak seperti yg terjadi di negara-negara kafir yg memiliki materi tetapi tidak memiliki akidah sahihah. Sebab-sebab penyimpangan dari aqidah shalehah yg harus kita ketahui adalah
Kebodohan terhadap akidah sahihah krn tidak mau mempelajari dan mengajarkannya atau krn kurangnya perhatian terhadapnya. Akibatnya tumbuh suatu generasi yg tidak mengenal akidah sahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya. Akibatnya merek meyakini yg haq sebagai sesuatu yg batil dan yg batil dianggap sebagai yg haq. Sebagaimana yg pernah dikatakan oleh Umar ra yg artinya “Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu manakala di dalam Islam terdapat orang yg tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan.”
Fanatik kepada sesuatu yg diwarisi dari bapak dan nenk moyangnya sekalipun hal itu batil dan mencampakkan apa yg menyalahi sekalipun hal itu benar. Sebagaimana yg difirmankan Allah SWT dalam surah Al-Baqarah 170 yg artinya “Dan apabila dikatakan kepada mereka ‘Ikutilah apa yg telah diturunkan Allah’ mereka menjawab ‘ tetapi kami hanya mengikuti apa yg telah kami dapati dari nenek moyang kami’. walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk.”
Taklid buta dgn mengambil pendapat manusia dalam masalah aqidah tanpa mengetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenarannya. Sebagaimana yg terjadi pada golongan-golongan seperti Mu’tazilah Jahmiyah dan lainnya. Mereka bertaklid kepada orang-orang sebelum mereka dari para imam sesat sehingga mereka juga sesat jauh dari aqidah shalehah.
Berlebihan dalam mencintai para wali dan orang-orang shaleh serta mengankat mereka di atas derajat yg semestinya atau terlalu mengagungkannya sehingga meyakini pada diri mereka sesuatu yg tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun menolak kemudaratan.
Lalai terhadap perenungan ayat-ayat Allah yg terhampar di jagat raya ini dan ayat-ayat Allah yg tertuang dalam kitab-Nya . Di samping itu juga terbuai dgn hasil-hasil teknologi dan kebudayaan sampai-sampai mengira bahwa itu semua adl hasil kreasi manusia semata sehingga mereka mengagung-agungkan manusia serta menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia semata. Sebagaimana kesombongan Qarun yg mengatakan seperti dalam surah Al-Qashash 78 yg artinya “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu krn ilmu yg ada padaku.” Dan sebagaimana perkataan orang lain yg juga sombong seperti dalam surah Fushshilat 50 yg artinya “Ini adl punyaku . . .” Mereka tidak berpikir dan tidak pula melihat keagungan Tuhan yg telah menciptakan alam ini dan yg telah menimbun berbagai macam keistimewaan di dalamnya. Juga yg telah menciptakan manusia lengkap dgn bekal keahlian dan kemampuan guna menemukan keistimewaan-keistimewaan alam serta memfungsikannya demi kepentingan manusia. Perhatikan firman Allah dalam surah Ash-Shaffat 96 yg artinya “Padahal Allah-lah yg menciptkan kamu dan apa yg kamu perbuat itu.” “Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yg diciptakan Allah ..” . “Allah-lah yg telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit kemudian Dia mengeluarkan dgn air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dgn kehendaknya dan dia telah menundukkan bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan bagimu matahari dan bulan yg terus menerus beredar dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu dari segala apa yg kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung ni’mat Allah tidaklah dapat kamu menghinggakannya.”
Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yg benar . Padahal baginda Rasul saw telah bersabda “Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yg membuatnya menjadi Yahudi Nashrani atau Majuzi.” . Jadi orangtua mempunyai peranan besar dalam meluruskan jalan hidup anak-anaknya.
Enggannya media pendidikan dan media informasi melaksanakan tugasnya. Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak memberikan perhatian yg cukup terhadap pendidikan agama Islam bahkan ada yg tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi baik media cetak maupun elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak atau paling tidak hanya memfokuskan pada hal-hal yg bersifat materi dan hiburan semata. Tidak memperhatikan hal-hal yg dapat meluruskan moral dan menanamkan akidah serta menangkis aliran-aliran sesat. Dari sini muncullah generasi yg telanjang tanpa senjata yg tak berdaya di hadapan pasukan kekufuran yg lengkap persenjataannya.
Cara-Cara Menanggulangi Penyimpangan
Kembali kepada Kitabullah dan Sunah Rasulullah saw utk mengambil akidah sahihah. Sebagaimana para salaf saleh mengambil akidah mereka dari keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yg telah memperbaiki umat pendahulunya. Juga dgn mengkaji akidah golongan sesat dan mengenal syubhat-syubhat mereka utk kita bantah dan kita waspadai krn siapa yg tidak mengenal keburukan ia dikhawatirkan terperosok ke dalamnya.
Memberi perhatian pada pengajaran pemahaman akidah sahihah akidah salaf di berbagai jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yg cukup serta mengadakan evaluasi yg ketat dalam menyajikan materi ini.
Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yg bersih sebagai materi pelajaran sedangkan kitab-kitab kelompok penyeleweng harus dijauhkan.
Menyebar para dai yg meluruskan akidah umat Islam dgn mengajarkan akidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh akidah batil.
Dan yg tidak kalah penting dari semua hal di atas adl disamping pemahaman yg benar tentang akidah dan tauhid tetapi juga bagaimana pemahaman tentang praktik akidah atau tauhid itu sendiri. Hal ini merupakan point yg kadang dilupakan oleh para pengajar ataupun para mubalig bahkan para pengajar atau mubalig yg dari segi keilmuan dan pemahaman agama dengaan intelektualnya yg tinggi sekalipun belum tentu dapat melaksanakan praktek kehidupan aqidah atau tauhid yg sesungguhnya. Dan hanya atas pertolongan Allah sajalah tiap kita dapat berakidah dan betauhid dgn benar.

Selengkapnya...

Para Ulama Ahlus Sunnah Menentang Para Teroris

Siapakah yang benar-benar menentang para teroris dan takfiriyin (orang-orang yang sangat mudah mengkafirkan orang lain tanpa sebab yang haq) saat ini?

Siapakah mereka kalau bukan ulama dakwah salafiyah ? Mereka, yang pada zaman ini dikenal sangat gigih membela dan berdakwah dengan dakwah salafiyah ini. Yang paling dikenal di antara mereka, seperti Al-Imam Al-Muhaddist Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, kemudian Asy-Syaikh Al’Allaamah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Asy-Syaikh Al-Allaamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Kemudian murid-murid Al-Imam Al-Muhaddist Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, dan murid-murid mereka semua.

Merakalah yang jelas-jelas nyata paling menentang dan membantah pemikiran terorisme dari Para Teroris ini, baik dengan tulisan-tulisan di dalam kitab-kitab mereka, kaset-kaset kajian ilmiah mereka, dan dari seputar kajian-kajian ilmiah mereka secara langsung. Hal ini diketahui oleh setiap munshif (orang yang adil dalam menghukum).

Adapun mukabir (orang yang sombong dan keras kepala) dan orang yang mendustakan kenyataan mereka semua, maka sesungguhnya dia merupakan generasi (pelanjut) dari tokoh-tokoh (penentang) terdahulu, (yaitu orang-orang) yang menuduh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tukang sihir, orang gila, pemalsu dan pembuat Al-Qur’an, pendusta. Mereka hanya menuduh, menuduh dan terus menuduh (tanpa haq dan bukti yang benar).

Namun inilah taqdir para nabi, mereka selalu didustakan oleh sebagian umatnya. Allah berfirman.

“Artinya : Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka” [Al-An’am : 34]

Oleh karena itu, demikianlah keadaan para da’i yang berdakwah kepada Allah, keadaan para penuntut ilmu agama. Mereka akan selalu mendapatkan halangan dan rintangan serta hambatan dari orang-orang sesat, ahli bid’ah, dan orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah. Mereka akan disakiti oleh para penentang itu.

Para ahli bid’ah, orang-orang sesat, dan orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah, (mereka) tidak pernah berhenti melancarkan usaha-usaha keji ( yang mereka buat), berupa provokasi, menaburkan bibit-bibit pertikaian dan permusuhan di kalangan masyarakat, sehingga para da’i yang ikhlas berdakwah kepada Allah dan para penuntut ilmu agama, (mereka) akan selalu mendapatkan rintangan ini.

Ada dua pondok pesantren yang bermanhaj salaf di sebuah pulau. Setelah para ahli bid’ah, orang-orang sesat, dan orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah ini mengetahui keberadaan dua pondok pesantren ini, mereka segera menghasut masyarakat setempat, dan akhirnya merekapun berhasil menghancurkan dan memporakporandakan ke dua pondok pesantren ini.

Tidak ada yang memicu mereka untuk melakukan tindakan keji ini, melainkan hasad, dengki dan kebencian yang membakar dada-dada mereka terhadap para da’i dari penuntut ilmu agama yang benar dan lurus. Demikianlah, karena orang sesat memang tidak akan pernah mencintai kebenaran dan ahlinya!.

Betatpapun demikian, orang-orang yang berpegang teguh dengan manhaj salaf, pasti akan tetap selalu ada. Mereka selalu konsisten di atas prinsipnya dalam berdakwah. Tidak berpengaruh tindakan-tindakan orang yang berusaha berbuat madharat terhadap mereka, juga orang-orang yang menyelisihi mereka, seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Akan tetap ada sekelompok dari umatku yang muncul di atas al-haq (kebenaran), tidak membahayakan mereka orang-orang yang meninggalkan (tidak mempedulikan mereka) sampai datang urusan dari Allah, sedangkan mereka tetap demikian” [1]

Dan golongan ini, para ulama telah menafsirkan, bahwa mereka adalah ahlul hadits dan ahlul atsar (yaitu orang-orang yang konsisten mengikuti hadits-hadits dan jejak para As-Salaf Ash-Shalih).
Maka, saya nasihati setiap muslim, hendaknya ia menjadi seorang salafi. Saya nasihati setiap muslim, hendaknya ia menjadi seorang salafi [2]. Hendaknya setiap muslim bermanhaj, seperti apa yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Sebuah manhaj yang tidak berpihak kepada personal tertentu, atau kepada jama’ah-jama’ah tertentu.

As-Salafiyah bukanlah bayi perempuan yang baru terlahir sekarang. Bukan pula sebuah organisasi yang baru didirikan saat ini. As-Salafiyah adalah ajaran yang turun dari Allah, berupa wahyu yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada putrinya Fathimah Radhiyallahu anha [3] tatkala ia meninggal dunia.

“Artinya : Bergabunglah bersama pendahulu kita yang shalih, Utsman bin Mazh’un” [4]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata (yang maknanya) : “Bukan (merupakan) aib, jika seseorang menisbatkan (menyandarkan) dirinya kepada salaf, karena manhaj salaf adalah (manhaj yang) a’lam (lebih berilmu), ahkam (lebih bijak dan berhukum), dan aslam (lebih selamat)”.

Karena jika tidak demikian, bagaimana kita bisa merealisasikan : ‘Maa ana ‘alaihi wa ashhaabii’.

Lihatlah ! Sekarang banyak jama’ah dengan bermacam-macam pola mereka, ada yang ke barat, ada yang ke timur. Semuanya mengikuti jalannya masing-masing yang berbeda-beda. Kecuali, hanya dakwah salafiyah yang diberkahi Allah ini. Golongan inilah yang tetap konsisten berpegang teguh kuat-kuat dengan apa yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya berada di atasnya.

Oleh karena itu, saya memohon kepada Allah agar mereka –baik para da’i, para penuntut ilmu, dan orang-orang yang bermanhaj salaf ini- senantiasa diberikan kemudahan dan keutamaan dariNya, dan agar mereka dijadikan olehNya generasi-generasi terbaik pewaris mereka. Sesungguhnya Allah-lah yang berkenan mangabulkan do’a ini dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Tidaklah ada seorang yang menentang dakwah yang haq ini, melainkan Allah pasti akan mebinasakannya. Karena Allah akan selalu membela orang-orang yang beriman (yang membela agamaNya).

Karenanya, seluruh model dakwah apapun (di muka bumi ini) yang berusaha menghalang-halangi, menentang, dan merintangi dakwah salafiyah, usaha mereka pasti sia-sia dan gagal. Bahkan yang mereka dapatkan hanyalah kerugian dan penyesalan. Sedangkan Allah senantiasa membela dan menolong dakwah salafiyah ini, karena Allah pasti akan menolong orang-orang yang membela agamaNya, sebagaimana firmanNya.

“Artinya : Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa” [Al-Hajj : 40]

Demikianlah, akhirya saya cukupkan jawaban saya sampai di sini. Saya berharap bisa bertemu dengan kalian pada kesempatan yang lain, insya Allah.


[Foote Note

[1]. Hadits Riwayat Muslim 3/1523 no. 1920 dari hadits Tsauban Radhiyallahu ‘anha, dan yang semakna dengannya diriwayatkan oleh Al-Bukhari 2/2667 no. 6881 dari hadits Al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu dan lain-lain.
[2]. Syaikh Dr Muhammad bin Musa Alu An-Nashr memang mengulangi kata-katanya ini dua kali.
[3]. Demikian yang Syaikh Dr Muhammad bin Musa Alu An-Nashr sampaikan. Mungkin yang beliau maksud adalah Ruqayah binti Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Fatimah Radhiyallahu ‘anha meninggal sekitar setengah tahun setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, sebagaimana yang telah diketahui dan telah banyak keterangannya di dalam kitab-kitab tarajim (biografi) para sahabat. Lihat Taqrib at Tahdzib, hal. 1367 no. 8749.
[4]. Hadits Riwayat Ath-Thabrani di dalam Al-Mu’jam Al-Ausath 6/41 no. 5736 dan lain-lain. Hadits ini pernah diucapkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika putri beliau Zainab meninggal, sebagaimana dalam Musnad Al-Imam Ahmad 1/237 dan 335 no. 2127 dan 3103 dan lain-lain. Juga ketika putra beliau Ibrahim meninggal sebagaimana dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 1/286 no. 837 dan lain-lain. Al-Imam Adz-Dzhahabi di dalam Siyar A’lam An-Nubala 2/252, beliau membawakan biografi Ruqayah Radhiyalahu ‘anha, beliau menghukumi hadsits ini dan berkata ‘Munkar’.
Syaikh Salim bin Id Al-Hilali –hafizhahullah- di dalam kitabnya (Bashra-iru dzawi asy-Syaraf bi Marwiyati Manhaj As-Salaf) hal.18 berkata : ‘Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam sabdanya kepada putri beliau Ruqayah, tatkala ia meninggal ...’ lalu beliaupun (Syaikh Salim bin Id Al-Hilali) membawakan hadits ini. Kemudian beliau komentari pada catatan kaki : ‘Dhaif, dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad 1/237 dan 335 dan Ibnu Sa’ad di dalam Ath-Thabaqat 8/37 dan hadits ini dipermasalahkan oleh syaikh kami –rahimahullah- di dalam Adh-Dha’ifah no. 1715, karena terdapat (di sanadnya) Ali bin Zaid bin Jud’an”.
Dan Ali bin Zaid bin Jud’an adalah perawi yang dhai’f. Lihat Taqrib at Tahdzib, hal.696 no. 4768.
Atau, mungkin yang dimaksud oleh beliau (Syaikh Dr Muhammad bin Musa Alu An-Nasr) adalah justru perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada putri beliau Fathimah Radhiyallahu ‘anha, ketika beliau (Rasulullah) menjelang wafat. Jika ini yang dimaksud, maka haditsnya adalah muttafaq ‘alaih, dikeluarkan oleh Al-Bukhari 5/2317 no. 5928 dan Muslim 4/1904 no. 2450 dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sesungguhnya aku adalah sebaik-baik pendahulu bagimu”.
Dan lafazh hadits ini lafazh Shahih Muslim.
Selengkapnya...

Kebahagian Yang Hakiki dengan Aqidah

Orang yang beriman kepada Allah dan mewujudkan keimanannya tersebut dalam amal mereka adalah orang yang bahagia di dalam hidup. Merekalah yang apabila mendapatkan ujian hidup merasa bahagia dengannya karena mengetahui bahwa semuanya datang dari Allah Subhanahu Wata'ala dan di belakang kejadian ini ada hikmah-hikmah yang belum terbetik pada dirinya yang dirahasiakan oleh Allah sehingga menjadikan dia bersabar menerimanya. Dan apabila mereka mendapatkan kesenangan, mereka bahagia dengannya karena mereka mengetahui bahwa semuanya itu datang dari Allah yang mengharuskan dia bersyukur kepada-Nya.
Alangkah bahagianya hidup kalau dalam setiap waktunya selalu dalam kebaikan. Bukankah sabar itu merupakan kebaikan? Dan bukankah bersyukur itu merupakan kebaikan? Diantara sabar dan syukur ini orang-orang yang beriman berlabuh dengan bahtera imannya dalam mengarungi lautan hidup. Allah berfirman;
Jika kalian bersyukur (atas nikmat-nikmat-Ku ), niscaya Aku akan benar-benar menambahnya kepada kalian dan jika kalian mengkufurinya maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih".
Rasulullah Shalallah 'Alahi Wasallam bersabda:

Dan tidaklah seseorang di berikan satu pemberian lebih baik dan lebih luas dari pada kesabaran". ( HR. Bukhari dan Muslim )
Kesabaran itu adalah Cahaya.
Umar bin Khatthab Radhiyallahu 'Anhu brkata: "Kami menemukan kebahagian hidup bersama kesabaran". ( HR. Bukhari)

Mari kita mendengar herannya Rasululah terhadap kehidupan orang-orang yang beriman di mana mereka selalu dalam kebaikan siang dan malam:
"Sungguh sangat mengherankan urusannya orang yang beriman dimana semua urusannya adalah baik dan yang demikian itu tidak didapati kecuali oleh orang yang beriman. Kalau dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya dan kalau dia ditimpa mudharat mereka bersabar maka itu merupakan satu kebaikan baginya".

As-Sa'dy rahilahullah mengatakan: "Rasulullah memberitakan bahwa seorang yang beriman kepada Allah berlipat-lipat ganjaran kebaikan dan buahnya dalam setiap keadaan yang dilaluinya baik itu senang atau duka. Dari itu kamu menemukan bila dua orang ditimpa oleh dua hal tersebut kamu akan mendapatkan perbedaan yang jauh pada dua orang tersebut, yang demikian itu disebabkan karena perbedaan tingkat kimanan yang ada pada mereka berdua". Lihat Kitab Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa'idah halaman 12.

Dalam meraih kebahagiaan dalam hidup manusia terbagi menjadi tiga golongan.
Pertama, orang yang mengetahui jalan tersebut dan dia berusaha untuk menempuhnya walaupun harus menghadapi resiko yang sangat dahsyat. Dia mengorbankan segala apa yang diminta oleh perjuangan tersebut walaupun harus mengorbankan nyawa. Dia mempertahankan diri dalam amukan badai kehidupan dan berusaha menggandeng tangan keluarganya untuk bersama-sama dalam menyelamatkan diri. Yang menjadi syi'arnya adalah firman Allah;
Hai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.

Karena perjuangan yang gigih tersebut, Allah mencatatnya termasuk kedalam barisan orang-orang yang tidak merugi dalam hidup dan selalu mendapat kemenangan di dunia dan di akhirat sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat Al- 'Ashr 1-3 dan surat Al-Mujadalah 22. Mereka itulah orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan merekalah pemilik kehidupan yang hakiki.

Kedua, orang yang mengetahui jalan kebahagian yang hakiki tersebut namun dikarenakan kelemahan iman yang ada pada dirinya menyebabkan dia menempuh jalan yang lain dengan cara menghinakan dirinya di hadapan hawa nafsu. Mendapatkan kegagalan demi kegagalan ketika bertarung melawannya. Mereka adalah orang-orang yang lebih memilih kebahagian yang semu daripada harus meraih kebahagian yang hakiki di dunia dan di Akhirat kelak. Menanggalkan baju ketakwaannya, mahkota keyakinannya dan menggugurkan ilmu yang ada pada dirinya. Mereka adalah barisan orang-orang yang lemah imannya.

Ketiga, orang yang sama sekali tidak mengetahui jalan kebahagiaan tersebut sehingga harus berjalan di atas duri-duri yang tajam dan menyangka kalau yang demikian itu merupakan kebahagian yang hakiki. Mereka siap melelang agamanya dengan kehidupan dunia yang fana' dan siap terjun ke dalam kubangan api yang sangat dahsyat. Orang yang seperti inilah yang dimaksud oleh Allah dalm surat Al-'Ashr ayat 2 yaitu "Orang-orang yang pasti merugi" dan yang disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 19 yaitu " Partainya syaithon yang pasti akan merugi dan gagal". Dan mereka itulah yang dimaksud oleh Rasulullah dalam sabda beliau:
Di pagi hari seseorang menjadi mukmin dan di sore harinya menjadi kafir dan di sore harinya mukmin maka di pagi harinya dia kafir dan dia melelang agamanya dengan harga dunia.

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dalam hadits Rasulullah Shalallahu 'Alahi Wasallam, diantaranya adalah kebahagian hidup dan kemuliaannya ada bersama keteguhan berpegang dengan agama dan bersegera mewujudkannya dalam bentuk amal shaleh dan tidak bolehnya seseorang untuk menunda amal yang pada akhirnya dia terjatuh dalam perangkap syaithan yaitu merasa aman dari balasan tipu daya Allah Subhanahu Wata'ala. Hidup harus bertarung dengan fitnah sehingga dengannya ada yang harus menemukan kegagalan dirinya dan terjatuh pada kehinaan di mata Alllah dan di mata makhluk-Nya.

Wallahu A'lam
Ali Wafa Abu Sulthon

Bagi yang berminat mendengarkan Kajian online download di sini:
Hotfile.com: One click file hosting: Kewajiban mengamalkan sunnah oleh Ali wafa Abu Sulthon.WAV
hotfile.com
Hotfile.com: One click file hosting: Sejarah Pengkafiran Oleh Ali wafa Abu Sulthon.WAV
Selengkapnya...

Hakikat Hidup Bahagia

Mendefinisikan hidup bahagia sangatlah mudah untuk diungkapkan dengan kata-kata dan sangat mudah untuk disusun dalam bentuk kalimat. Dalam kenyataannya telah banyak orang yang tampil untuk mendifinisikannya sesuai dengan sisi pandang masing-masing, akan tetapi mereka belum menemukan titik terang. Ahli ekonomi mendifinisikannya sesuai dengan bidang dan tujuan ilmu perekonomian. Ahli kesenian mendifinisikannya sesuai dengan ilmu kesenian. Ahli jiwa akan mendifinisikannya sesuai dengan ilmu jiwa tersebut. Mari kita melihat bimbingan Allah Subhanahu Wata'ala dan Rasul-Nya Muhammad Shalallahu 'Alahi Wasallam tentang hidup bahagia. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman:
Kamu tidak akan menemukan satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling cinta-mencinta kepada orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka adalah bapak-bapak mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka dan keluarga-keluarga mereka. Merekalah orang-orang yang telah dicatat dalam hati-hati mereka keimanan dan diberikan pertolongan, memasukkan mereka kedalam surga yang mengalir dari bawahnya sungai-sungai dan kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka dan mereka ridha kepada Allah. Ketahuilah mereka adalah (hizb) pasukan Allah dan ketahuilah bahwa pasukan Allah itu pasti menang.

Dari ayat ini jelas bagaimana Allah Subhanahu Wata'ala menyebutkan orang-orang yang bahagia dan mendapatkan kemenangan di dunia dan diakhirat. Mereka adalah

orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan hari akhir dan orang-orang yang menjunjung tinggi makna al-wala' (berloyalitas) dan al-bara' (kebencian) sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah Subhanahu Wata'ala dan Rasulullah Shalallahu 'Alahi Wasallam. As-Sa'di dalam tafsir beliau mengatakan: "Orang-orang yang memiliki sifat ini adalah orang-orang yang telah dicatat di dalam hati-hati mereka keimanan. Artinya Allah mengokohkan dalam dirinya keimanan dan menahannya sehingga tidak goncang dan terpengaruh sedikitpun dengan syubhat dan keraguan. Dialah yang telah dikuatkan oleh Allah dengan pertolongn-Nya yaitu menguatkanya dengan wahyu-Nya, ilmu dari-Nya, pertolongan dan dengan segala kebaikan. Merekalah orang-orang yang mendapatkan kebagian dalam hidup di negeri dunia dan akan mendapatkan segala macam nikmat di dalam surga dimana di dalamnya terdapat segala apa yang diinginkan oleh setiap jiwa dan menyejukkan hatinya dan segala apa yang diinginkan dan mereka juga akan mendapatkan nikmat yang paling utama dan besar yaitu mendapatkan keridhaan Allah dan tidak akan mendapatkan kemurkaan selama - lamanya dan mereka ridha dengan apa yang diberikan oleh Rabb mereka dari segala macam kemuliaan, pahala yang banyak, kewibawaan yang tinggi dan derajat yang tinggi. Hal ini dikarenakan mereka tidak melihat yang lebih dari apa yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wata'ala".
Abdurrahman As-sa'dy dalam mukadimah risalah beliau Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa'idah hal. 5 mengatakan: "Sesungguhnya ketenangan dan ketenteraman hati dan hilangnya kegundahgulanaan darinya itulah yang dicari oleh setiap orang. Karena dengan dasar itulah akan didapati kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki".
Allah berfirman:
Baraing siapa yang melakukan amal shleh dari kalangan laki-laki dan perempuan dan dia dalam keadaan beriman maka Kami akan memberikan kehidupan yang baik dan membalas mereka dengan ganjaran pahala yang lebih baik dikarenakan apa yang telah di lakukannya.

As-Sa'dy dalam Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa'idah halaman 9 mengatakan: "Allah memberitahukan dan menjanjikan kepada siapa saja yang menghimpun antara iman dan amal shaleh yaitu dengan kehidupan yang bahagia dalam negeri dunia ini dan membalasnya dengan pahala di dunia dan akhirat".

Dari kedua dalil ini kita bisa menyimpulkan bahwa kebahagian hidup itu terletak pada dua perkara yang sangat mendasar : Kebagusan jiwa yang di landasi oleh iman yang benar dan kebagusan amal seseorang yang dilandasi oleh ikhlas dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Shalallah 'Alahi Wasallam.
Selengkapnya...

Bahagia Dengan Al Qur'an dan As-Sunnah dalam Titian Salafus Sholeh


بسم الله الرّحمن الرّحيم
إن الحمد لله ، نحمده ، ونستعينه ، ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا ، من يهده الله ، فلا مضل له ، ومن يضلل ، فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله
يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون
يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفسٍ واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالاً كثيراً ونساءً واتقوا الله الذي تساءلون به والأرحام إن الله كان عليكم رقيبا
يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولاً سديداً يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزاً عظيماً
فإن أصدق الحديث كتاب الله ، وأحسن الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم ، وشر الأمور محدثاتها ، وكل محدثة بدعة ، وكل بدعة ضلالة, وكل ضلالة في النار
Sesungguhnya segala puji (hanyalah) bagi Allah, Kami memujiNya, kami memohon pertolongan kepadaNya, dan kami memohon ampunan (hanyalah) kepadaNya. kami pun berlindung dari keburukan diri-diri kami dan kejelekan amal-amal kami.


Barangsiapa yang diberi petunjuk Allah maka tiada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan maka tiada yang dapat menberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasannya tiada Ilah -yang berhak disembah- kecuali Allah saja, Yang tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan (sekaligus) utusanNya. Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada beliau dan keluarganya.
Allah berfirman (yang artinya) : “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sebenar-benarnya, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan islam.” [Ali Imraan : 102]
“Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dair diri yang satu (Adam), dan daripadanya Allah menciptakan isterinya (Hawa); dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan ) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharaah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” [An-Nisaa' : 1]
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” [Al-Ahzab : 70-71]
amma ba’du :
Hidup bahagia merupakan cita-cita tertinggi setiap orang baik yang mukmin atau yang kafir kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Apabila kebahagian itu terletak pada harta benda yang bertumpuk-tumpuk, maka mereka telah mengorbankan segala-galanya untuk meraihnya. Akan tetapi tidak dia dapati dan sia-sia pengorbanannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketinggian pangkat dan jabatan, maka mereka telah siap mengorbankan apa saja yang dituntutnya, begitu juga teryata mereka tidak mendapatkannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketenaran nama, maka mereka telah berusaha untuk meraihnya dengan apapun juga dan mereka tidak dapati. Demikianlah gambaran cita-cita hidup ingin kebahagiaan.

Apakah tercela orang-orang yang menginginkan demikian? Apakah salah bila seseorang bercita-cita untuk bahagia dalam hidup? Dan lalu apakah hakikat hidup bahagia itu?

Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban agar setiap orang tidak putus asa ketika dia berusaha menjalani pengorbanan hidup tersebut.
Selengkapnya...

Kewajiban Mengamalkan Sunnah

Translate

>