FATWA AL ALLAMAH AL IMAM ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ, MUFTI AGUNG KERAJAAN SAUDI ARABIA YANG LALU
TENTANG USAMAH BIN LADEN
FATWA PERTAMA:
Beliau berkata:
Sementara apa yang dilakukan pada masa kini oleh Muhammad Al Misari dan Sa’d Al Faqih serta yang serupa dengan keduanya dari aktivitas penyebaran seruan-seruan yang rusak dan sesat, maka hal itu tanpa diragukan lagi merupakan suatu bahaya yang besar dan mereka semua itu dalah penyeru-penyeru kejahatan dan pengrusakan yang besar.
Maka wajib (kepada seluruh umat) untuk waspada dari apa apa yang telah mereka sebarkan dan dengan segera memusnahkannya serta tidak bekerja sama dengan mereka dalam kegiatan apapun yang menyeru pada kerusakan,kejelekan,kebatilan dan fitnah. Karena Allah Azza wa jalla memerintahkan untuk berta’awun (bekerja sama) di atas kebajikan dan ketaqwaan. Bukan diatas kerusakan, kejahatan,dan penyebaran kedustaan, serta penyebaran seruan-seruan kebatilan yang bias menyebabkan perpecahan serta ketidak-stabilan keamanan atau yang lainnya.
Selebaran-selebaran tersebut yang telah disebarkan oleh Al Faqih dan Al Misari atau selain keduanya dari kalangan penyeru kebatilan dan kejahatan serta perpecahan, wajib untuk segera dimusnahkan dan tidak memberikan perhatian kepadanyasedikitpun sebagaimana wajib pula untuk membrikan nasehat dan pengarahan kepada mereka untuk kembali kepada Al-Haq,serta memperingatkan meraka dari kebatilan tersebut dan tidak boleh bagi seorangpun bertaawun dengan mereka dalam perkara kejelekan ini serta hendaknya mereka kembali kepada kebenarandan meninggalkan jauh-jauh kebatilan tersebut.
Maka untuk itu nasehatku untuk Al Misari,Al Faqih, dan Bin Laden serta semua pihak yang menempuh jalan (pemikiran) mereka ini agar segera meninggalkan cara-cara jelek tersebut.
Dan hendaknya bertaqwa kepada Allah serta waspada dari adzab-Nya dan kemarahan-Nya,sera kembali kepada kebenaran,Bertaubatkepada Allah dari semua apa yang telah lalu. Karena sesungguhnya Allah Azza wa jalla telah berjanji kepada hamba-hamba-Nya yang bertaubat untuk menerima tabat mereka, Sebagaimana Allah katakana dalam ayat-Nya:
“Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah (karena) Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan Kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)”. (Az-zumar:53-54)
“Bertaubatlah kamu sekalian wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung.” (An Nur:31)
FATWA KEDUA:
Al Imam Abdul Aziz bin Baz menyebutkan di dalam surat kabar Al Muslimun dan Asy Syarqul Ausath tanggal 9 jumadil Ula 1417 H, bahwa:
Usamah tergolong kelompok orang-orang perusak di muka bumi yang telah menempuh jalan kejahatan dan kejelekan serta keluar dari sikap ketaatan kepada waliyyul amr.
Disalin oleh Al Akh Eko Budi dari buku Mereka adalah teroris!! (edisi revisi) oleh Al ustadz Luqman bin Muhammad Baabduh.hal 268-269.
Ciri-Ciri Neo-Khawarij dari Keterangan dan Fatwa Ulama Masa Kini (lanjutan)
2. Mengkafirkan pelaku dosa besar
Al-Imam ‘Abdul ‘Aziz bin Baz pernah ditanya:
“Kita tahu bahwasanya pernyataan ini merupakan salah satu di antara prinsip-prinsip dasar Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, akan tetapi -yang amat disayangkan- di sana ada dari kalangan anak-anak Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang memandang ini adalah suatu pemikiran yang bisa memecah belah persatuan, ….. dan pernyataan ini pun telah diserukan. Oleh karenanya, mereka mengajak para pemuda untuk melakukan perubahan dengan cara kekerasan.”
Beliau menjawab:
“Ini adalah kekeliruan orang yang mengatakannya, dan menunjukkan minimnya pemahaman dia, karena sesungguhnya mereka tidak memahami as-sunnah dan tidak mengetahuinya sebagaimana mestinya. Sesungguhnya yang mendorong sikap mereka yang seperti ini adalah semangat dan kecemburuan yang tinggi untuk menghilangkan kemungkaran yang terjadi disebabkan penyelisihan terhadap syari’at namun tanpa didasari dengan bimbingan ilmu yang benar sebagaimana yang menimpa kaum Khawarij dan Mu’tazilah.
Kecintaan kepada al-haq dan kecemburuan terhadapnya juga telah membawa mereka untuk terjatuh kepada kebatilan sehingga sampai mengkafirkan kaum muslimin hanya disebabkan perbuatan maksiat yang mereka kerjakan, sebagaimana ini yang dilakukan oleh kaum Khawarij. Atau menyatakan mereka (kaum muslimin) akan kekal di dalam neraka disebabkan perbuatan maksiat yang mereka lakukan, sebagaimana ini yang dilakukan oleh kaum Mu’tazilah.
Khawarij mengkafirkan kaum muslimin disebabkan maksiat yang mereka lakukan dan menyatakan mereka akan kekal di dalam neraka. Adapun Mu’tazilah sepakat dengan mereka (kaum Khawaraij) dalam hal di mana tempat kembalinya pelaku maksiat, yakni bahwasanya mereka kekal di dalam neraka. Hanya saja mereka (Mu’tazilah) mengatakan bahwa pelaku maksiat selama di dunia ini berada dalam manzilah bainal manzilatain (suatu keadaan di antara dua keadaan, yakni suatu keadaan antara muslim dan kafir). dan ini semua adalah pemikiran yang sesat.
Dan yang menjadi keyakinan Ahlus sunnah -dan inilah yang benar- adalah bahwa pelaku kemaksiatan tidaklah dikafirkan disebabkan maksiat yang dia kerjakan selama dia belum berkeyakinan halalnya maksiat tersebut. Jika dia berzina, maka dia tidak dikafirkan, begitu pula jika dia mencuri atau meminum minuman keras, maka tidak dikafirkan, akan tetapi dia adalah termasuk pelaku maksiat yang lemah imannya, dan orang fasik yang harus ditegakkan padanya hukum hadd. Dan dia tidak dikafirkan disebabkan perbuatan-perbuatan tersebut kecuali jika dia menganggap halalnya perbuatan maksiat tadi dan mengatakan: ’sesungguhnya perbuatan-perbuatan maksiat tersebut halal hukumnya’.
Apa yang diyakini oleh Khawarij adalah batil dan pengkafiran mereka terhadap manusia adalah perbuatan batil pula, oleh karena itu Nabi bersabda tentang mereka (kaum Khawarij):
إنهم يمرقون من الدين مروق السهم من الرميه ثم لا يعودون إليه يقاتلون أهل الإسلام ويدعون أهل الأوثان.
“Sesungguhnya mereka keluar dari batas-batas agama sebagaimana melesatnya anak panah menembus tubuh buruannya kemudian tidak kembali padanya, mereka memerangi orang Islam dan membiarkan penyembah berhala.”
Ini adalah keadaan Khawarij disebabkan sikap mereka yang berlebihan, kebodohan, dan kesesatan mereka. Sehingga tidak layak bagi seorang pemuda dan yang selainnya untuk mengikuti jejak Khawarij dan Mu’tazilah ini, bahkan wajib atas mereka untuk berjalan di atas madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berdasarkan dalil-dalil yang syar’i, dan tunduk kepada dalil-dalil sebagaimana yang datang padanya.
Dan tidak boleh bagi mereka (para pemuda) untuk keluar dari ketaatan kepada penguasa disebabkan maksiat yang mereka kerjakan, bahkan yang wajib atas mereka adalah menyampaikan nasihat melalui surat maupun berdialog langsung dengan cara yang baik dan penuh hikmah, atau dengan perdebatan dengan cara yang baik pula sampai tercapai tujuan yang diinginkan, sehingga kejelekan yang ada padanya bisa terminimalisir atau bahkan hilang sama sekali dan kebaikan padanya akan semakin bertambah.
Demikianlah sebagaimana telah datang dalil-dalil tentang diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah ‘azza wajalla berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ.
“Maka dengan Rahmat Allah lah engkau bisa berlaku lemah lembut terhadap mereka dan seandainya engkau berlaku keras dan kasar terhadap mereka tentulah mereka akan menjauhkan diri darimu.” (Ali ‘Imran: 159)
Maka yang wajib bagi orang yang ingin mengubah kemungkaran karena Allah dan bagi orang yang mengajak kepada petunjuk yang benar, agar selalu berpegang teguh dengan batas-batas syar’i, selalu menasehati para penguasanya dengan perkataan yang baik dan penuh hikmah, serta dengan cara/metode yang baik sehingga bertambahlah kebaikan padanya dan terkurangilah kejelakan darinya, bertambah pula orang-orang yang mengajak kepada kebaikan (da’i ilallah) sehingga semakin bersemangat untuk selalu mengajak manusia kepada kebaikan dengan cara yang benar, bukan semangat yang didasari dengan sikap keras dan kasar, serta menasehati penguasa dengan segala macam bentuk nasehat yang baik dan penuh hormat disertai dengan do’a kebaikan bagi mereka agar Allah memberi petunjuk dan taufik kepada mereka dan membantu mereka dalam menjalankan kebajikan dan meninggalkan maksiat yang biasa dilakukannya, serta membantu untuk selalu menegakkan kebenaran.
Begitulah selayaknya seorang yang beriman dalam berdo’a kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam do’anya tersebut agar Allah memberi petunjuk kepada penguasa, dan agar Allah membantu mereka dalam meninggalkan kebatilan dan menegakkan kebenaran dengan cara yang baik. Menyebutkan kebaikan mereka sehingga dengannya akan menambah semangat dalam mengajak kepada kebaikan dengan cara yang baik, bukan dengan cara yang keras lagi kasar. Sehingga dengan itu semua akan bertambah kebaikan dan terkuranginya kejelekan. Dan hendaknya seorang mukmin juga berdo’a agar Allah memberi petunjuk kepada mereka untuk menjalankan kebaikan dan istiqamah di atasnya, sehingga terciptalah akhir yang baik bagi semuanya.
[Dinukil dari kitab Al-Ma’lum Min Wajibil ‘Ilaqah bainal Hakim Wal Mahkum]
Sikap keras beliau terhadap kaum teroris-khawarij:
1. Rasulullah bersabda:
… akan keluar dari keturunan orang ini (Dzulkhuwaishirah) suatu kaum yang mereka itu ahli membaca Al Qur’an, namun bacaan tersebut tidaklah melewati tenggorokan mereka. Mereka melesat (keluar) dari (batas-batas) agama seperti melesatnya anak panah dari (sasaran) buruannya. Mereka membunuhi ahlul Islam dan membiarkan hidup (tidak mereka bunuh) ahlul Autsan (orang-orang kafir). Jika aku sempat mendapati mereka, akan aku bunuh mereka dengan cara pembunuhan terhadap kaum ‘Ad [HR. Al Bukhari 3344, Muslim 1064; Abu Dawud 4764]
2. Rasulullah juga bersabda tentang khawarij:
هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَ الْخَلِيْقَةِ
Mereka adalah sejahat-jahat makhluk dan ciptaan. [HR. Muslim. No. 1067, dari Abu Dzarr]
3. Rasulullah juga berbicara pedas tentang khawarij dengan mengatakan:
الخَوَارِجُ كِلاَبُ النَّار
Khawarij adalah anjing-anjing neraka. [HR. Ibnu Majah (172) dari ‘Abdurrahman bin Abi Aufa]
4. Beliau juga bersabda sebagaimana dibawakan oleh Abu Umamah:
كِلاَبُ النَّارِ، كِلاَبُ النَّارِ، كِلاَبُ النَّارِ. هَؤُلاَءِ شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيْمِ السَّمَاءِ، وَ خَيْرُ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيْمِ السَّمَاءِ الَّذِيْنَ قَتَلَهُمْ هَؤُلاَءِ
Anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka! Mereka ini sejelek-jelek orang yang dibunuh di bahwa kolong langit ini. Dan sebaik-baik orang yang terbunuh di bahwa kolong langit ini adalah orang-orang yang dibunuh oleh mereka. [HR. Ahmad, Ibnu Majah]
5. Beliau juga bersabda bersabda:
فَإِذَا لَقِيْتُمُوْهُمْ فَاقْتُلُوْهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ
Maka jika kalian mendapati mereka (khawarij), perangilah mereka! Karena sesungguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat. [Muttafaqun ‘alaihi]
Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Muhammad Âlu Syaikh
Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Âlu Syaikh sebagai Mufti Umum Kerajaan Saudi Arabia, ketua Hai’ah Kibâr Ulamâ` (lembaga ulama besar) dan ketua Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa, pada tanggal 27 Jumadil Akhir 1422 H bertepatan tanggal 15 September 2001 M mengeluarkan fatwa yang dimuat oleh harian Ar-Riyadh dengan nash sebagai berikut :
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ, وَبَعْدُ.
Melihat banyaknya pertanyaan dan permintaan penjelasan yang masuk kepada kami seputar apa yang terjadi di Amerika Serikat beberapa hari yang lalu dan bagaimana ajaran syari’at (Islam) mengenai hal tersebut, apakah Dinul Islam menetapkan tindakan-tindakan yang seperti ini atau tidak?
Maka saya berkata dengan meminta pertolongan kepada Allah Yang Maha Satu lagi Maha Perkasa : Sesungguhnya Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah memberikan anugrah kepada kita berupa agama Islam dan menjadikannya sebagai syari’at yang sempurna, universal, relevan untuk setiap waktu dan tempat, memperbaiki keadaan-keadaan individu dan kelompok, mengajak kepada perbaikan, istiqomah, keadilan, kebaikan, dan membuang kesyirikan, kejelekan, kezholiman, kesewenang-wenangan dan sifat ghodar (tidak menepati kesepakatan). Dan dari nikmat Allah yang paling besar kepada kita kaum muslimin yaitu Allah memberikan hidayah kepada kita dengan agama ini dan menjadikan kita sebagai para pengikut dan penolongnya. Maka seorang muslim yang mencerminkan syari’at Allah lagi mengikuti sunnah Rasulullah shollallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam yang mustaqim dengan sebenar-benar istiqomah di atas agama ini, dialah yang akan berhasil lagi selamat di dunia dan akhirat.
Ini …, dan apa yang terjadi di Amerika Serikat berupa kejadian yang sangat berbahaya yang menyebabkan melayangnya ribuan jiwa sungguh merupakan perbuatan yang tidak ditetapkan oleh syari’at Islam dan bukan merupakan bagian dari agama ini serta tidak sejalan dengan pokok-pokok syari’at. Alasan hal tersebut dari beberapa sisi :
Sisi yang pertama :
Sesungguhnya Allah Subhanâhu memerintahkan untuk berbuat adil, dan di atas keadilan itulah tegaknya langit dan bumi dan dengannyalah diutusnya para rasul serta diturunkannya kitab-kitab suci. Allah Subhanâhu berfirman :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S.An-Nahl : 90)
Dan (Allah) Subhanâhu berfirman :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS. Al-Hadîd : 25).
Dan karena kesempurnaan keadilan Allah Subhânahu, Dia menetapkan bahwa tidaklah seorang jiwa menanggung dosa yang lain,
“Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS. Al-An’âm : 164, Al-Isrâ`: 15, Fâthir : 18, Az-Zumar : 7).
Sisi yang kedua :
Sesungguhnya Allah Subhanâhu telah mengharamkan kezholiman atas diri-Nya dan menjadikan hal tersebut diantara para hamba-Nya sebagai perkara yang diharamkan sebagaimana firman (Allah) Subhanâhu dalam hadits Qudsy :
يَا عِبَادِيْ إِنِّيْ حَرَّمْتُ الظَّلْمَ عَلَى نَفْسِيْ وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا
“Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezholiman atas diriKu dan Aku jadikan hal tersebut (kezholiman) di antara kalian sebagai sesuatu yang haram, maka janganlah kalian saling menzholimi.” (HR. Muslim)[1].
Dan hal ini berlaku umum untuk seluruh hamba Allah, yang muslim maupun selainnya, tidak boleh salah seorang dari mereka menzholimi yang lainnya dan berbuat melampaui batas terhadapnya walaupun ada permusuhan dan kebencian di antara mereka. Allah Subhanâhu berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Mâ`idah : 8).
Maka permusuhan dan kebencian bukanlah suatu sebab yang disyari’atkan yang membolehkan perlakuan melampaui batas dan zholim.
Berdasarkan hal yang telah lalu, maka wajib untuk diketahui oleh seluruhnya, baik bangsa, pemerintah maupun rakyat, muslimin maupun selain muslimin, beberapa perkara,
Pertama : Sesungguhnya kejadian yang terjadi di Amerika Serikat dan apa-apa yang sejenis dengannya dalam bentuk “menabrakkan” pesawat-pesawat, membuat takut orang-orang yang aman atau membunuh jiwa tanpa hak, itu tidak lain hanyalah merupakan bentuk dari kezholiman, kesewenang-wenangan dan sikap melampaui batas yang tidak dibenarkan oleh syari’at Islam bahkan ia merupakan perkara yang diharamkan dalam syari’at Islam dan termasuk dosa besar.
Kedua : Sesungguhnya seorang muslim yang mengetahui ajaran-ajaran agamanya lagi beramal dengan kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya shollallahu ’alaihi wa âlihi wa sallam akan menjauhkan dirinya agar tidak terjerumus pada amalan-amalan yang seperti ini karena dengannya (dia akan) menghadapi kemurkaan Allah dan karena adanya rangkaian bahaya dan kerusakan dibelakangnya.
Ketiga : Sesungguhnya, kewajiban atas ulama umat Islam untuk menerangkan Al-Haq (kebenaran) dalam kejadian seperti ini dan menjelaskan kepada seluruh alam syari’at Allah dan bahwa sesungguhnya agama Islam tidak membenarkan perbuatan-perbuatan seperti ini selama-lamanya.
Keempat : Kepada seluruh media informasi dan siapapun yang berdiri dibelakangnya dari kalangan orang-orang yang menjatuhkan tuduhan kepada kaum muslimin dan berusaha menikam agama yang lurus ini dan mengaitkannya dengan apa-apa yang ia (Islam) lepas darinya, sebagai usaha untuk menyebarkan fitnah, mengaburkan nama Islam, meracuni hati dan mengobarkan kemarahan di dalam dada, wajib atasnya untuk berhenti dari kesewenang-wenangannya itu. Dan hendaknya dia tahu bahwa setiap orang yang munshif (orang yang adil di dalam menilai) lagi berakal, yang mengetahui ajaran-ajaran Islam tidak mungkin menyifatkan Islam dengan sifat-sifat ini dan tidak menjatuhkan padanya tuduhan-tuduhan yang seperti ini karena Islam di sepanjang sejarah tidak dikenal oleh ummat-ummat yang mengikuti agama ini lagi komitmen dengannya kecuali (sebagai agama) yang menjaga hak-hak dan tidak berlaku melampaui batas dan menzholimi.
Ini yang bisa dijelaskan, sebagai penjelasan akan kebenaran dan menghilangkan kesamaran dan saya memohon kepada Allah untuk memberi ilham kepada kita di atas petunjuk dan memberikan hidayah kepada kita ke jalan-jalan keselamatan dan memuliakan agama-Nya serta meninggikan kalimat-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pemberi lagi Maha Pemurah.
صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Mufti Umum Kerajaan Saudi Arabia dan Ketua Hai’ah Kibâr Ulamâ`dan (ketua) Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa, ’Abdul ’Azîz bin ’Abdillah bin Muhammad Âlu Syaikh.
[1] Dikeluarkan oleh Muslim no. 2577 dari hadits Abu Dzar radhiyallâhu ‘anhu. –pen.
Fatwa Syaikh Sholih Al Luhaidân
Syaikh Sholih Al-Luhaidân sebagai Ketua Mahkamah Agung Kerajaan Saudi Arabiyah dan salah seorang anggota Hai’ah Kibâr Ulamâ`, dalam keterangan beliau yang disiarkan oleh televisi Saudi Arabiyah menyampaikan fatwa menyangkut kejadian yang terjadi di Amerika. Karena panjangnya fatwa beliau, maka kami hanya menukil beberapa point penting dari fatwa beliau. Beliau berkata,
“Allah Jalla wa ’Alâ adalah sebaik-baik hakim dan Yang Maha Merahmati. Dan Dialah Yang Maha Memberi Hukum lagi Maha Adil. Yang mengharamkan kezholiman atas diri-Nya dan menjadikan hal tersebut antara Dia dan antara hamba-Nya sebagai perkara yang diharamkan. Dan telah tetap dari Nabi Allah –shollallahu ‘alaihi wa alihi wasallam– dari apa yang beliau riwayatkan dari Robbnya Jalla wa ’Alâ, bahwasanya Allah berfirman :
يَا عِبَادِيْ إِنِّيْ حَرَّمْتُ الظَّلْمَ عَلَى نَفْسِيْ وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا
“Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezholiman atas diriKu dan Aku jadikan hal tersebut (kezholiman) di antara kalian sebagai sesuatu yang haram, maka janganlah kalian saling menzholimi.” (HR. Muslim)[1].
Dan termasuk suatu kezholiman, adalah melampaui batas terhadap orang yang tidak bersalah dan membunuh orang yang tidak berdosa. Dan Nabi ‘alaihish Sholâtu wassalâm adalah Nabiyyur Rahmah (Nabi yang sangat merahmati), Nabiyyusy Syafâqoh (Nabi yang sangat pengasih) dan Nabiyyul Ihsân (Nabi yang memberi perlakuan baik) yang diutus kepada manusia, bahkan kepada kedua makhluq yaitu jin dan manusia. Beliau menerangkan prinsip-prinsip (Islam) dan beliau pada peperangan jihad dan pertempuran, bila menyiapkan pasukan beliau memberikan wasiat kepada mereka agar tidak membunuh anak kecil, perempuan, orang tua renta dan orang yang beribadah di tempat ibadahnya. Artinya Islam tidak membolehkan pembunuhan kecuali kepada orang yang membunuh, memerangi dan melampaui batas terhadap kaum muslimin. Karena itulah, perbuatan-perbuatan dosa seperti yang terjadi ini (yaitu kejadian di Amerika –pen) tanpa membedakan antara anak yang masih menyusu, wanita, orang yang sudah tua laki–laki maupun perempuan dan orang yang sakit dengan yang sehat pada harta dan pemilik harta tersebut. Sesungguhnya amalan ini termasuk dosa yang sangat besar dan perbuatan keji yang berbahaya karena hal tersebut di dalam syari’at Islam dipandang sebagai bentuk dari perusakan di muka bumi dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan perkara ini adalah perkara yang diharamkan oleh Rasul-Nya Shollallahu ’alaihi wa âlihi wa sallam.”
Dan beliau juga berkata :
“Sesungguhnya orang yang membuat dosa-dosa seperti ini (peledakan di Amerika,-pent.) dalam pandangan Islam dianggap sebagai manusia yang paling berbahaya dosanya dan yang paling jelek amalannya. Dan siapa yang berprasangka ada di antara ulama Islam yang mengetahui maksud-maksud syari’at Islam, mengetahui maksud-maksud dari Al-Qur`ân dan Sunnah Al-Musthofa Shollallâhu ‘alaihi wa sallam, lalu dia (ulama itu) membolehkan perbuatan-perbuatan seperti ini, maka dia telah berburuk sangka.”
Fatwa Syaikh Ahmad An-Najmy
Demikian nukilan fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Azîz Âlu Asy-Syaikh dan Syaikh Shôlih Al-Luhaidân. Bersamaan dengan jelasnya fatwa tersebut beserta dalil-dalilnya, ternyata masih ada juga orang-orang yang bodoh lagi mengikuti hawa nafsu tatkala melihat fatwa itu menyelisihi hawa nafsunya, maka ia mengucapkan kalimat-kalimat yang hanya menunjukkan kebodohannya.
Hal tersebut ditanyakan kepada guru kami, Syaikh Ahmad An-Najmy, Mufty Saudi Arabia bagian Utara. Berikut ini nash pertanyaan yang diajukan kepada beliau dan jawabannya kami nukil dari kaset terekam.
Pertanyaan :
“Bagaimana pendapat anda Syaikh mengenai orang yang melampaui batas terhadap yang mulia Mufti Ad-Diyâr (Mufti Umum Saudi Arabiyah Syaikh ’Abdul ’Azîs,-pent.) dan Ketua Mahkamah Agung (Syaikh Sholih Al-Luhaidân,-pent.) dalam fatwa mereka yang terakhir menyangkut kejadian-kejadian (yang terjadi di Amerika,-pent.) dan dia berkata : “Ini adalah fatwa ‘âthifiyah (mengikuti perasaan).”
Syaikh Ahmad menjawab :
الْحَمْدُ للهِ وَ الصَّلاَة ُوَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. وَبَعْدُ :
“Sungguh mereka itu (orang yang berkomentar tersebut) adalah orang-orang yang bodoh, andaikata mereka adalah orang-orang yang berada di atas kebenaran dan melihat bahwa di dalam fatwa ini (fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Azîz dan Syaikh Al-Luhaidân) ada penyelisihan terhadap dalil, maka mereka akan menghubungi beliau berdua dan berkata : “Sesungguhnya dalil mengharuskan begini.” Akan tetapi mereka itu hanyalah orang-orang yang tergiring oleh hizbiyyah dan tergiring untuk mengikuti apa-apa yang ditetapkan oleh pimpinan-pimpinan mereka. Dan perkataan mereka ini adalah perkataan batil. Dan (hak untuk) berfatwa itu bukanlah milik setiap orang. Ia hanya untuk ahlinya yang dikhususkan untuk berfatwa dan dikenal dengannya dan telah bergelut padanya dalam jangka waktu yang panjang dan mereka (para ahli fatwa) merujuk dan mengetahui dalil dari tempatnya. Adapun mereka, tidaklah ada yang mereka miliki kecuali ta’ashshub (fanatisme) dan perkataan yang diungkapkan tanpa dalil dan (tanpa) sesuatu yang dijadikan sandaran dalam kebenaran.”
Fatwa Al-‘Allâmah Asy-Syaikh Rabî’ Bin Hâdi Al-Madkhaly
Dalam sebuah majlis di akhir bulan Sya’ban 1423 H yang dihadiri oleh sejumlah ulama seperti Syaikh Muhammad bin Hadi, Syaikh Sholih As-Suhaimi, Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili, Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili dan lain-lainnya –hafidzhohumullâhu Ta’âlâ-, Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhaly hafizhohullâh ditanya sebagai berikut,
Soal : Apakah peledakan yang terjadi belum lama ini di Amerika dianggap sebagai bentuk pertolongan terhadap Islam dan apakah ia termasuk jihad di jalan Allâh?
Beliau menjawab,
“Jihad dalam Islam mempunyai syarat-syarat, dan tidaklah jihad disyaria’atkan kecuali untuk meninggikan kalimat Allâh Tabâraka Wa Ta’âlâ dan (untuk) menjayakan Islam dan kaum muslimin. Maka jihad manapun, peperangan atau pergerakan yang membahayakan Islam dan kaum muslimin, dan menjatuhkan mereka ke dalam jurang kerendahan dan kehinaan, maka ini bukanlah dari Islam dan tidak termasuk jihad di jalan Allâh. Dan orang-orang yang tinggal di Amerika sewaktu kejadian ini barangkali mereka lebih mengetahui apa yang didapatkan oleh kaum muslimin di sana berupa penghinaan dan perendahan. Dan rakyat Afghanistan mengetahui hal itu, bahkan seluruh masyarakat Islam mengetahui apa yang mereka dapatkan, berupa penghinaan dan perendahan disebabkan kejadian ini.
Maka tindakan-tindakan bodoh seperti ini sangat ditolak oleh Islam, dan Islam –demi Allâh- berlepas diri dari kejadian-kejadian itu, karena sebagaimana yang telah kami katakan bahwasanya jihad itu tidaklah disyariatkan kecuali untuk meninggikan kalimat Allâh dan menjayakan kaum muslimin.
Dan saya telah berkata berulang kali, bahwasanya Ar-Rumaan telah menduduki Palestina pada masa Bani Isra`il, dan di suatu waktu dari sejarah Bani Isra`il hiduplah tiga orang Nabi di masa yang sama dan mereka tidaklah mengumumkan jihad. Tiga orang nabi itu adalah Zakaria, Isa dan Yahya ‘alaihimush shôlatu was salâm. Dan seandainya Rabbmu menghendaki pastilah Dia akan memerintahkan kepada salah seorang nabi untuk mendoakan kejelekan terhadap musuh-musuh itu kemudian Allâh pun menenggelamkan mereka, sebagaimana telah ditenggelamkannya kaum Nuh, ‘Aad, dan Tsamud. Akan tetapi Allâh menguji manusia sebagian mereka dengan sebagian yang lain, dan seandainya Allâh menghendaki pasti Allâh akan menolong mereka akan tetapi Allâh menguji sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Kalau begitu kapan Allâh mewajibkan jihad kepada umat dan menguji mereka dengannya?, yaitu tatkala mereka mempunyai kekuatan dan kemampuan, dan telah terpenuhi syarat-syarat yang menyebabkan mereka pantas untuk mendapatkan pertolongan dan kemuliaan.
Adapun pada masa keadaan lemah, maka Allâh tidak membebani (kewajiban jihad) terhadap para Nabi, padahal mereka adalah makhluk yang paling dekat kepada Allâh Tabâraka Wa Ta’âlâ dan yang paling mulia di sisi-Nya. Dan Allâh sangat cepat untuk mengabulkan doa-doa mereka. Sungguh Allâh telah menghancurkan sebagian umat dengan doa-doa sebagian para nabi, dan Allâh telah membinasakan Fir’aun beserta kaumnya sebagai bentuk pertolongan kepada Musa ‘alaihish sholâtu was salâm, akan tetapi Allâh menguji siapa yang Dia kehendaki dan apabila Allâh menguji –dan Dia Maha Bijaksana dan Maha Merahmati-, maka tidaklah Allâh membebani (manusia) dengan sesuatu yang di atas memampuannya, walaupun terhadap para nabi sekalipun.
Maka apabila para nabi di suatu masa yang telah disyariatkan jihad, akan tetapi Allâh tidak membebani mereka tadi dengan jihad, padahal jihad itu disyariatkan dalam agama mereka, lantas mengapa Allâh tidak mensyariatkan dan tidak membebani para nabi tersebut untuk berjihad? Padahal mereka tiga orang nabi di satu masa dan di satu negeri yaitu Al-Quds, dan Allâh tidak membebani mereka untuk mengeluarkan Ar-Rumaan dari negeri Al-Quds. Mengapa?! Dikarenakan dari ketentuan Allâh yang kauniyah dan syar’iyyah untuk tidak membebani manusia kecuali dengan apa yang mereka mampu.
Maka apakah sekarang orang-orang yang menghancurkan bangunan tersebut berada pada suatu kekuatan?
Apakah mereka mempunyai kekuatan untuk menghadapi Amerika, Eropa, dan negara-negara timur dan barat?
Apakah ada kekuatan mereka dalam hal ini?
Tidaklah mereka memiliki kekuatan.
Maka perbuatan mereka ini menyelisihi syari’at Islam, menyelisihi akal dan syari’at. Karena hal tersebut mengantar kepada kerendahan kaum muslimin dan kehinaan mereka, kehinaan Islam dan menjelekkan wajah Islam.
Sungguh negara-negara barat telah mengobarkan berbagai permusuhan terhadap Islam dengan penjelekan yang disengaja, dan mereka mengibaratkan Islam sebagai agama yang keji, biadab dan penuh dengan keributan dan kekacauan!
Hal ini telah terjadi pada waktu perang teluk, dan hal ini berulang lagi di zaman ini dengan kejadian yang mereka namakan “Tragedi September”.
Bagaimanapun juga (keadaan) para ulama, mereka bersedih dengan kejadian ini dan mereka membersihkan Islam dari hal itu, dan perkataan mereka (para ulama) adalah suatu kebenaran. Dan kami mengharap dari orang-orang miskin itu (yaitu para pelaku terorisme) yang mana mereka tidak mengetahui maksud dan tujuan Islam, dan tidak menghiraukan apa yang diderita oleh kaum muslimin berupa kehinaan dan kerendahan, saya mengharap kepada Allâh agar memberikan taufik kepada mereka, dan menganugerahkan kepada mereka kelurusan jalan dan agar menjauhkan mereka dari jalan-jalan kesesatan, dan memberikan taufik kepada kita dan mereka kepada jalan-jalan hidayah dan petunjuk. [1]
[1] Kaset Al-I`tilâf wa Taujihâj fil Manhaj.
Fatwa Syaikh ‘Abdullah bin ’Abdurrahman bin Jibrin
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman bin Jibrin sebagaimana yang dimuat oleh harian Ar-Riyâdh tanggal 27-7-1422 H (15/10/2001 M) menerangkan dan menyikapi tragedi 11 September WTC Amerika dalam nash fatwa beliau sebagai berikut :
الْحَمْدُ للهِ وَحْدَهُ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى مَنْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَعْدُ.
“Telah disebarkan beberapa hari yang lalu sebuah fatwa dari kami melalui internet yang kami keluarkan pada bulan Shafar tahun 1422 H dan (disebarkan) telah dibuang tanggalnya dan tidak diizinkan untuk disebarkan. Dan setelah kejadian yang terakhir tidak keluar dari kami sesuatu apapun. Kemudian pada kesempatan ini, kami berkata : “Sesungguhnya Allah mengharamkan bentuk-bentuk kezholiman, permusuhan dan kesewenang-wenangan tanpa haq, dan (Allah) memerintahkan dengan keadilan dan berbuat baik. Sebagaimana firman Allah Ta’âlâ dalam Al-Qur`ân Al-Karîm,
“Dan janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Baqarah : 190).
Dan Allah berfirman tentang orang-orang kafir di Mekkah,
“Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka).” (QS. Al-Mâ`idah : 2).
Dan Allah memerintahkan untuk berlaku adil kepada mereka dalam firman-Nya,
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al-Mâ`idah : 8).
Dan di dalam hadits Qudsi (Allah berfirman) :
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُلْمَ عَلَى نَفْسِي وَ جَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا
“Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezholiman atas diri-Ku dan Aku jadikan hal tersebut (kezholiman) di antara kalian sebagai sesuatu yang haram, maka janganlah kalian saling menzholimi.” (HR. Muslim)[1].
Kemudian apa yang terjadi beberapa pekan yang lalu di negara Amerika Serikat berupa penyambaran beberapa pesawat dan penghancuran bangunan-bangunan yang didalamnya terdapat jiwa-jiwa yang tidak bersalah dan harta-harta yang dihormati, merupakan perkara yang kami ingkari dan kami berlepas diri darinya. Dan hal tersebut telah diingkari oleh kebanyakan manusia meskipun pelaku perbuatan tersebut tidak diketahui dan masih tersembunyi sebab dan tujuannya, karena hal tersebut merupakan perbuatan dosa dan khianat yang sangat dibenci dalam seluruh syari’at.
Kalau yang melakukan (peledakan tersebut) adalah orang yang berkunjung (ke Amerika), maka hal tersebut merupakan pembatalan janji, yang Allah Ta’âla telah memerintahkan untuk menepati janji tersebut dalam firman-Nya,
“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isrâ` : 34).
Karena mereka itu masuk (ke Amerika) sebagai Mu’âhad dan Musta’man. Dan Nabi Shollallahu ‘alahi wa âlihi wa sallam telah bersabda,
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ
“Siapa yang membunuh seorang Mu’ahad, maka dia tidak akan mencium bau surga.” (HR. Al-Bukhâry) [2]
Dan perbuatan ini merupakan khianat dan ghodar (tidak menepati janji) yang diharamkan oleh Islam. Dan di dalam hadits,
يُرْفَعُ لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ يَوْمَ القِيَامَةِ يُقَالُ هَذِهِ غَدْرَةُ فُلاَنٍ
“Diangkat bagi setiap orang yang ghodar bendera pada hari kiamat, dikatakan : “Inilah ghodarnya si fulan.” (Muttafaqun ‘alaihi) [3]
Dan tidak ada keraguan bahwa peristiwa ini telah menimbulkan bahaya-bahaya yang sangat banyak kepada kaum muslimin karenanya, sehingga mereka terancam dengan pembunuhan dan mereka lari untuk mengungsi karena tuduhan bahwa mereka berserikat dalam dosa tersebut. Dan kadang-kadang hal tersebut menjadi sebab terhambatnya dakwah di jalan Allah dan mengaburkan gambaran Islam di kebanyakan bangsa.
Dan hendaknya kita mengetahui bahwa kejadian-kejadian ini merupakan bagian dari fitnah yang telah dikabarkan oleh Nabi Shollallahu ‘alahi wa âlihi wa sallam yang akan terjadi di akhir zaman. Maka wajib atas kaum muslimin, pribadi atau bangsa untuk bertaubat dengan taubat yang murni dan berhukum dengan syari’at Allah, karena itu merupakan sebab kemuliaan dan kekokohan. Kemudian wajib menjadikan rasa takut kita hanya kepada Allah satu-satunya, karena siapa yang takut kepada Allah maka segala sesuatu akan segan kepadanya dan siapa yang tidak takut kepada Allah maka dia akan takut kepada segala sesuatu.
Allah Ta’âla berfirman,
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Âli Imrân : 175)
Dan kewajiban atas kita untuk percaya dengan janji Allah dan meminta pertolongan dari-Nya dan kita bersandar kepada pertolongan dan pengokohan-Nya. Allah Ta’âlâ berfirman,
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (QS. Al-Mukmin : 51)
Wajib atas para pemuda Islam untuk menjadikan tingkah laku mereka dibangun di atas pertimbangan maslahat dan mafsadat yang diterapkan oleh syari’at, dan mereka mengeluarkan hal tersebut (maslahat dan mafsadat) dari pendapat para ulama mereka sehingga tidak memberikan bahaya kepada kaum muslimin.
Sebagaimana wajibnya atas kaum muslimin untuk bersatu dan berkumpul di atas kebenaran yang dibangun berasaskan Al-Kitab dan As-Sunnah dan membuang perselisihan-perselisihan yang menjadi sebab perpecahan, dan sebagaimana wajib atas mereka untuk tidak melupakan apa yang menimpa saudara-saudara mereka di Palestina dan yang lainnya, dan akan butuhnya mereka kepada do’a dan pertolongan. Dan hendaknya mereka menolong saudara-saudara mereka orang-orang Afghanistan yang berlindung, yang meninggalkan negeri mereka dan berhenti di perbatasan dan mereka dilarang oleh orang-orang dari bangsa-bangsa di sekitar mereka untuk masuk, sehingga mereka tinggal di padang-padang pasir dan perkemahan-perkemahan yang sempit dengan memikul beban lapar, kesengsaraan dan kedinginan serta terancam oleh bahaya kematian dan penyakit. Maka siapa yang membayangkan apa yang mereka alami, -maka tidak ada keraguan- dia tentu akan menangis karena merasa kasihan kepada mereka. Dan Nabi Shollallahu ‘alahi wa âlihi wa sallam telah bersabda,
الرَاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْماَنُ
“Orang-orang yang merahmati senantiasa akan dirahmati oleh Ar Rahman (Allah yang Maha Merahmati).” [4]
Dan beliau bersabda,
مَثَلُ المُؤْمِنِيْنَ فيِ تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحِمِهِمْ كَمَثَلِ الجَسَدِ الوَاحِدِ إَذاَ اشْتَكَى مِنْهُ عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الجَسَدِ باِلسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan kaum Mu`minin dalam berkasih sayang dan saling merahmati antara mereka seperti satu tubuh, bila salah satu anggota tubuh mengeluh (kerena sakit), maka seluruh badan akan turut merasakannya dengan tidak tidur dan panas.” [5]
Al-Mushtofa Shollallahu ‘alahi wa âlihi wa sallam telah mengumpamakan umat Islam sebagai satu tubuh, tatkala ada sebagian kaum mukminin yang merasa sakit maka seluruh kaum muslimin merasa sakit dan mereka memperhatikan apa yang menimpa mereka dan berusaha secepatnya untuk meringankan apa yang terjadi pada diri mereka.
Bikulli hâl (sebagai kesimpulan), kami berserah diri kepada Allah Ta’âla dari ditancapkannya permusuhan dan kezholiman atas orang-orang yang aman (selamat). Kami mengingkari perbuatan-perbuatan dosa dan kezholiman-kezholiman ini dan kami menyeru kepada setiap orang untuk menghormati setiap manusia dan tidak membunuh kecuali dengan kebenaran yang dijelaskan di dalam syari’at kita yang sangat mulia.”
[Hari Kamis 17-7(Rajab)-1422 Hijriyah, ditulis oleh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al Jibrin].
[1] Telah berlalu takhrijnya.
[2] Telah berlalu takhrijnya.
[3] Telah berlalu takhrijnya.
[4] Hadits riwayat Al-Humaidy no. 591, Ahmad 2/160, Ibnu Abi Syaibah 5/214, Abu Dâud no. 4941, At-Tirmidzy no. 1929, ‘Utsmân bin Sa’îd Ad-Dârimy dalam Naqdh beliau terhadap Bisyr Al-Marîsy (bukan Al-Marrîsy) 1/512-513, Ar-Râmahurmuzy dalam Al-Muhaddits Al-Fâshil hal. 566, Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 9/no. 9013, Al-Hâkim 4/159, Al-Baihaqy 9/41 dan dalam Syu’abul Îmân 7/476, Al-Khatib 3/260 dan Muhammad Ibnu Thôlûn Ash-Shôlihy dalam Al-Arba’în Fi Fadhl Ar-Rahmah wa Ar-Râhimîn hadits no.1 dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Ash radhiyallâhu ‘anhumâ. Dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Silsilah Al-Ahâdîts Ash-Shohîhah no. 925.
[5] Telah berlalu takhrijnya.
Selengkapnya...