LEMAH LEMBUT SESUAI TUNTUNAN AL QUR'AN DAN SUNNAH







Oleh Ali wafa Abu Sulthon





Allah Ta’ala berfirman :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Maka dengan sebab rahmat dari Allah, engkau bersikap lemah lembut kepada mereka. Seandainya engkau bersikap kasar dan keras hati niscaya mereka akan menjauh darimu…” (Al Imran :159)

Juga firman-Nya:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (At-Taubah:128).
Ayat di atas menunjukkan tentang Akhlaq dan Adab yang mulia yang tercermin dari Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam sebagai Tauladan bagi kita semua untuk senantiasa berlemah lembut dalam semua perkara tentunya harus sesuai dengan  yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam , inilah beberapa contoh dalam berlemah lembut dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :
1.    Lembut terhadap istri/keluarga
Sangat banyak hadits yang menceritakan betapa Rasul Shollallahu alaihi wassallam sangat lemah lembut terhadap istri-istri nya. Rasul Shollallahu alaihi wassallam tidak pernah melotot, menaikkan nada suara dan marah kepada istri nya. Beliau biasa memanggil istri-istrinya,  dengan panggilan kesukaan dan panggilan yang indah. Seperti ya Humaira untuk memanggil Aisyah. Rasul Shollallahu alaihi wassallam juga adalah orang yang paling lembut dan banyak menemani istrinya yang sedang mengadu atau sakit. Banyak teladan Rasul  Shollallahu alaihi wassallam yang bisa menjadi inspirasi kita dalam bersikap lemah lembut terhadap istri
2.    Lembut terhadap pembantu
Anas bin Malik adalah salah satu sahabat yang membantu mengurus kebutuhan rumah tangga Rasul Shollallahu alaihi wassallam. Selama 10 tahun bekerja kepada Rasul,  ia tidak pernah mendapati Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam mengumpat, atau menyalah-nyalahkan pekerjaan yang telah ia lakukan.

3.    Lembut terhadap anak-anak
Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam pernah mencium Al-Hasan bin Ali, sementara Al-Aqra’ bin Habis At-Tamimi sedang duduk di sisi beliau. Maka Al-Aqra’ berkata, ‘Aku memiliki 10 anak, namun tidak ada satu pun dari mereka yang kucium.’ Kemudian Rasulullah memandangnya, lalu bersabda, ‘Siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.’ (HR. Bukhari Muslim).
4.    Lembut terhadap orang jahil/belum paham islam
Ada seseorang yang berbicara di dalam shalatnya. Dia mengira, bahwa ketika sedang mengerjakan shalat diperbolehkan berbicara. Karena orang ini jahil (tidak mengetahui hukumnya) dan mukhthi’ (keliru), maka shalatnya tidak batal. Dia telah melakukan sebuah kesalahan, namun tanpa maksud yang disengaja. Secara khusus, terdapat dalil yang menunjukkan perbuatan seperti ini. Yaitu hadits Mu’awiyah bin al Hakam as Sulami Radhiyallahu ‘anhu , yang cukup panjang, tentang diharamkannya berbicara ketika seseorang sedang shalat.
Kisah ringkasnya, tatkala Mu’awiyah bin al Hakam as Sulami Radhiyallahu ‘anhu shalat berjama’ah bersama Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam, ia mendengar orang bersin. Dan orang yang bersin itu berkata “alhamdulillah,” sehingga ia pun berkata (menjawab) “yarhamukallah”. Akhirnya, orang-orang di sekitarnya memandang kepadanya. Dia pun berteriak. Lalu orang-orang di sekitarnya memukul-mukul paha mereka sebagai isyarat agar ia diam. Maka Mu’awiyah bin al Hakam as Sulami Radhiyallahu ‘anhu pun terdiam. Begitu shalat usai, manusia yang paling berakhlak mulia (yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) memanggilnya. Akhirnya, Mu’awiyah bercerita tentang akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengajarkan dan membimbingnya: Aku belum pernah melihat seorang pendidikpun sebelumnya maupun setelahnya yang lebih baik darinya. Demi Allah, ia tidak membentakku, tidak memukulku, dan tidak mencaciku.
5.    Lembut terhadap orang yang meminta-minta
Suatu ketika ada seorang pengemis dari kalangan Anshar datang meminta-minta kepada Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam. Lalu beliau bertanya kepada pengemis tersebut, “Apakah kamu mempunyai sesuatu di rumahmu?”
Pengemis itu menjawab, “Tentu, saya mempunyai pakaian yang biasa dipakai sehari-hari dan sebuah cangkir.” Rasul Shollallahu alaihi wassallam lalu berkata, “Ambil dan serahkan ke saya!”
Pengemis itupun pulang mengambil satu-satunya cangkir miliknya dan kembali lagi pada Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam. Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam kemudian menawarkan cangkir itu kepada para sahabat, “Adakah di antara kalian yang ingin membeli ini?” Seorang sahabat menyahut, “Saya beli dengan satu dirham.”
Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam menawarkannya kembali, “Adakah di antara kalian yang ingin membayar lebih?” Lalu ada seorang sahabat yang sanggup membelinya dengan harga dua dirham.
Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam memberikan dua dirham itu kepada si pengemis lalu menyuruhnya menggunakan uang itu untuk membeli makanan untuk keluarganya dan sisa uangnya digunakan untuk membeli kapak. Rasullulah Shollallahu alaihi wassallam berkata, “Carilah kayu sebanyak mungkin dan juallah, selama dua minggu ini aku tidak ingin melihatmu.” Sambil melepas kepergiannya Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam pun memberinya uang untuk ongkos.
Dua minggu kemudian pengemis itu datang kembali menghadap Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam sambil membawa uang sepuluh dirham hasil dari penjualan kayu. Kemudian Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam menyuruhnya untuk membeli pakaian dan makanan untuk keluarganya seraya bersada, “Hal ini lebih baik bagi kamu, karena meminta-meminta hanya akan membuat noda di wajahmu di akhirat nanti. Tidak layak bagi seseorang meminta-minta kecuali dalam tiga hal, fakir miskin yang benar-benar tidak mempunyai sesuatu, utang yang tidak bisa terbayar, dan penyakit yang membuat sesorang tidak bisa berusaha.“
6.    Lembut ketika amar ma’ruf nahi munkar
Dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk-duduk bersama para shahabat radhiyallahu ‘anhum di dalam masjid. Tiba-tiba muncul seorang ‘Arab badui (kampung) masuk ke dalam masjid, kemudian kencing di dalamnya. Maka, dengan serta merta, bangkitlah para shahabat yang ada di dalam masjid, menghampirinya seraya menghardiknya dengan ucapan yang keras. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka untuk menghardiknya dan memerintahkan untuk membiarkannya sampai orang tersebut menyelesaikan hajatnya. Kemudian setelah selesai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta untuk diambilkan setimba air untuk dituangkan pada air kencing tersebut. (HR. Al Bukhari)
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil ‘Arab badui tersebut dalam keadaan tidak marah ataupun mencela. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menasehatinya dengan lemah lembut:
“Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis (seperti kencing, pen) atau kotor. Hanya saja masjid itu dibangun sebagai tempat untuk dzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al Qur’an.” (HR. Muslim)
Melihat sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang demikian lembut dan halusnya dalam menasehati, timbullah rasa cinta dan simpati ‘Arab badui tersebut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia pun berdoa: “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorangpun bersama kami berdua.” Mendengar doa tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa dan berkata kepadanya:
“Kamu telah mempersempit sesuatu yang luas (rahmat Allah).” (HR. Al Bukhari dan yang lainnya)
7.    Lembut terhadap orang kafir yang memusuhi kita
Kisah Nabi ketika berdakwah ke Bani thaif, lalu beliau dicaci maki, dihina dan dilempari batu hingga kaki beliau berdarah-darah.  Akhirnya beliau menjauh dari thaif dan berdoa
” Wahai Tuhanku, kepada Engkau aku adukan kelemahan tenagaku dan kekurangan daya-upayaku pada pandangan manusia. Wahai Tuhan yang Maha Rahim kepada sesiapa Engkau menyerahkan daku?Kepada musuh yang akan menerkamkan aku ataukah kepada keluarga yang engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asal aku tetap dalam keredzaanMu. Dalam pada itu afiatMu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya mukaMu yang mulia yang menyinari segala langit dan menerangi segala yang gelap dan atasnyalah teratur segala urusan dunia dan akirat, dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahanMu atau dari Engkau turun atasku azabMu kepada Engkaulah aku adukan hal ku sehingga Engkau redza. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Engkau”
Demikianlah doa Baginda Rasulullahu Shollallahu alaihi wassallam yang penuh dengan kepasrahan dan keikhlasan kepada Allah Azza wajalla. Mendengar doa NabiNya ini, Allah azza wa jalla menurunkan Jibril alaihi salam yang langsung turun berhadapan dengan Rasulullah dan mengucapkan salam seraya berkata:” Allah Azza wajalla.. mengetahui apa yang telah berlaku diantara kamu dan orang-orang ini. Allah Azza wajalla. telah menyediakan malaikat digunung-gunung disini khusus untuk menjalankan segala perintah kamu.”
Sambil berkata demikian Jibrail menghadapkan malaikat penjaga gunung-gunung  itu dimuka Baginda Shollallahu alaihi wassallam,  kata Malaikat ini: “Wahai Rasulullah, saya bersiap sedia untuk menjalankan perintah Tuan. Kalau dikehendaki, saya sanggup menyebabkan gunung-gunung yang berada sebelah menyebelah di kota ini berbenturan sehingga penduduk-penduduk dikedua-dua belah mati tertindih. Kalau tidak, Tuan perintahkan apa saja hukuman yang selayaknya diterima oleh orang-orang ini.”
Namun apa jawab Rasulullahu Shollallahu alaihi wassallam mendengar janji-janji Malaikat itu yang sesuai dengan nafsu amarah ini? Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wassallam yang penuh dengan sifat rahim dan belas kasihan ini tidak mengiakan tetapi berkata:”Walaupun orang-orang ini tidak menerima Islam, saya harap dengan kehendak Allah s.w.t., keturunan-keturunan mereka, pada satu masa nanti, akan menyembah Allah s.w.t.. dan berbakti kepadaNya.”
8.    Lembut terhadap orang ahli maksiat
Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dan di dalamnya disebutkan:
“Ketika kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba-tiba datang seseorang dan berkata: “Ya Rasulullah, celaka aku!”
Beliau berkata: “Ada apa dengan kamu?”
Ia berkata: “Aku menyetubuhi istriku, sedang aku dalam keadaan berpuasa.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apakah kamu memiliki budak yang bisa kamu merdekakan?”
Ia menjawab: “Tidak.”
Beliau bersabda: “Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?”
Ia menjawab: “Tidak.” Beliau bersabda: “Apakah kamu bisa memberi makan enam puluh orang miskin?”
Sekali lagi ia menjawab: “Tidak.”
Lalu diamlah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika kami masih berada dalam keadaan hening (terdiam), didatangkanlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebuah keranjang yang berisi kurma. Beliau bersabda: “Mana orang yang bertanya tadi?” Ia berkata: “Saya.” Beliau bersabda: “Ambillah ini dan sedekahkanlah dengannya.” Orang tersebut berkata: “Apakah ada orang yang lebih fakir dariku ya Rasulullah? Demi Allah tidak ada di antara dua kampung ini rumah yang lebih fakir dari rumahku.” Tertawalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai nampak gigi taringnya, kemudian beliau bersabda: “Berikan ini kepada keluargamu.”
9.    Lembut terhadap kesabaran dan kesusahan
Pada tahun kesepuluh kenabian, istri Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam, Khadijah binti Khuwailid Radhiyallahu anha, dan pamannya, Abu Thlaib, wafat. Berkata Ibnu Sa’d dalam Thabaqat-nya: Selisih waktu antara kematian Khadijah dan kematian Abu Thalib hanya satu bulan lima hari.
Khadijah Radhiyallahu anha sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hisyam adalah menteri kebenaran untuk Islam. Pada saat-saat Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam menghadapi masalah-masalah berat, ia-lah yang selalu menghibur dan membesarkan hatinya. Akan halnya Abu Thalib, dia telah memberikan dukungan kepada Rasulullah  Shollallahu alaihi wassallam dalam menghadapi kaumnya.
Berkata Ibnu Hisyam: Setelah Abu Thalib meninggal, kaum kafir Quraisy bertambah leluasa melancarkan penyiksaan kepada Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam, sampai orang awam Quraisy pun berani melemparkan kotoran ke atas kepala Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam. Sehingga pernah beliau pulang ke rumah berlumuran tanah. Melihat ini, salah seorang putri beliau bangkit dan membersihkan kotoran dari atas kepalanya sambil menangis. Tetapi Rasulullah Shollallahu alaihi wassallam, berkata kepadanya, “Janganlah engkau menangis wahai anakku, sesungguhnya Allah akan menolong bapakmu.“
10. Lembut terhadap Makhluq Alloh
“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah mewajibkan untuk berbuat baik atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Dan hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya (ketika hendak menyembelih), dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim)
Itulah sepuluh sikap lemah lembut Rasul Shollallahu alaihi wassallam dalam kehidupan, jika kita melakukan nya karena mengikuti Rasul Shollallahu alaihi wassallam maka sikap lemah lembut kita bernilai ibadah. Setelah mengetahui ilmu dan dalil nya, tidak ada alasan bagi tiap muslim untuk tidak bersikap lemah lembut.

Selengkapnya...

Kewajiban Mengamalkan Sunnah

Translate

>